Subsidi UKT 100% Arsip - Universitas Gadjah Mada https://ugm.ac.id/id/tag/subsidi-ukt-100/ Mengakar Kuat dan Menjulang Tinggi Wed, 31 Jul 2024 01:27:17 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.1.7 Anak Buruh Tani Asal Aceh, Arnia Fatmawati Berhasil Masuk Teknik Nuklir UGM https://ugm.ac.id/id/berita/anak-buruh-tani-asal-aceh-arnia-fatmawati-berhasil-masuk-teknik-nuklir-ugm/ https://ugm.ac.id/id/berita/anak-buruh-tani-asal-aceh-arnia-fatmawati-berhasil-masuk-teknik-nuklir-ugm/#respond Wed, 31 Jul 2024 01:27:17 +0000 https://ugm.ac.id/?p=68208 Arnia Fatmawati Mirsanda (17) terlihat bahagia saat selesai mengikuti rangkaian pembukaan PIONIR Gadjah Mada di hari pertama di lapangan Pancasila, Senin (29/7). Mengenakan jas almamater, Nia, biasa ia dipanggil, tampak bangga menceritakan kegiatannya di hari pertama sebagai mahasiswa baru Program Studi Teknik Nuklir, Fakultas Teknik UGM.  Nia menjadi salah satu dari 10.678 mahasiswa baru yang […]

Artikel Anak Buruh Tani Asal Aceh, Arnia Fatmawati Berhasil Masuk Teknik Nuklir UGM pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
Arnia Fatmawati Mirsanda (17) terlihat bahagia saat selesai mengikuti rangkaian pembukaan PIONIR Gadjah Mada di hari pertama di lapangan Pancasila, Senin (29/7). Mengenakan jas almamater, Nia, biasa ia dipanggil, tampak bangga menceritakan kegiatannya di hari pertama sebagai mahasiswa baru Program Studi Teknik Nuklir, Fakultas Teknik UGM. 

Nia menjadi salah satu dari 10.678 mahasiswa baru yang diterima di Universitas Gadjah Mada pada tahun 2024 dan wajib mengikuti kegiatan PIONIR sebelum kegiatan perkuliahan dimulai. PIONIR Gadjah Mada merupakan kegiatan pembelajaran, pengenalan, penggalian potensi, dan orientasi untuk mendidik calon pemimpin muda yang memiliki visi seiring dengan nilai-nilai ke-UGM-an, dan akan berlangsung hingga 3 Agustus nanti.

Nia merupakan anak buruh tani yang tinggal di Desa Lhang, Kecamatan Setia, Kabupaten Aceh Barat Daya, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Ayahnya, Arman (45), hanyalah tamatan SMP yang bekerja sebagai buruh tani harian lepas yang menggarap lahan sawah orang lain. Sedangkan ibunya, Muasiah (43), adalah Ibu Rumah Tangga yang terkadang membantu suaminya jika ada panggilan kerja. “Penghasilan tiap bulan tidak menentu, terkadang 700ribu, bisa sampai satu juta kalau sedang banyak yang butuh tenaga buruh,” ujar Arman. 

Untuk menutupi kebutuhan rumah tangga, terkadang Arman juga bekerja sebagai buruh bangunan jika sedang tidak pergi ke ladang. Dari pekerjaan tidak tetap inilah, Arman memenuhi kebutuhan sekolah bagi kedua anaknya. Beruntung bagi Arman, Nia anak sulungnya memiliki prestasi akademik dan non-akademik yang baik di sekolah. Selain pernah menjabat sebagai Ketua OSIS, Nia juga pernah terpilih menjadi Duta Pelajar Kamtibmas se-Kabupaten Aceh Barat Daya, serta menjuarai Lomba Desain Poster FLS2N tingkat Kabupaten. “Tadinya saya tidak yakin kalau Nia bisa kuliah di UGM. Selain keterbatasan ekonomi, saya tidak bisa membayangkan kalau dia merantau ke Pulau Jawa sendirian. Kami tidak punya sanak saudara dan kenalan di Jogja,” ungkap Arman.

Kini, dengan adanya kepastian beasiswa, Arman pun mulai melunak. Dia mendoakan Arnia bisa menjalani kuliah dengan baik dan lulus tepat waktu. Ia pun mengikuti kegiatan Temu Orang Tua Mahasiswa Baru Program Sarjana dan Sarjana Terapan Tahun Akademik 2024/2025 di Grha Sabha Pramana pada Senin (29/7) kemarin. “Ternyata ada banyak mahasiswa baru yang dapat beasiswa seperti Nia. Terima kasih UGM sudah memberikan kesempatan ke anak-anak tidak mampu ini untuk bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi,” ucapnya penuh syukur.

Sama seperti mahasiswa penerima Uang Kuliah Tunggal Pendidikan Unggul bersubsidi 100% (UKT 0) lainnya, Nia, lulusan SMA Negeri 1 Aceh Barat Daya ini akan dibebaskan dari biaya pendidikan selama kuliah. Nia diterima di Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Nuklir melalui jalur Seleksi Nasional Berdasar Prestasi (SNBP). “Masih tidak menyangka bisa diterima di UGM, apalagi SMA saya dulu bukan termasuk jajaran top 1000 sekolah terbaik di Indonesia,” ucapnya riang.

Memiliki keinginan untuk merubah nasib keluarga, pilihannya ke UGM tidaklah mudah karena harus melalui perdebatan dengan sang ayah tercinta. “Karena ayah tidak mau saya putus kuliah di tengah jalan, ayah lebih memilih saya kuliah di Aceh saja,” dia bercerita. 

Beasiswa yang ia peroleh semakin mengobarkan semangatnya untuk lulus kuliah tepat waktu, meskipun kuliah di Teknik Nuklir terhitung anti-mainstream bagi sebagian orang awam. “Banyak yang berpikir kalau nuklir itu tidak baik, padahal penggunaan teknologi nuklir itu luas sekali, mulai dari pembangkit daya, radiasi dalam dunia industri, hingga radiologi klinik untuk diagnosa medis,” tutur Nia. 

Keinginannya untuk memperdalam ilmu nuklir dikarenakan hobi membaca yang ia tekuni semenjak sekolah dasar dan ia mulai terpapar dengan banyak informasi terkait nuklir semenjak SMA. Dia pun berdoa agar bisa bekerja di Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) atau industri lain yang terkait dengan teknik nuklir untuk memajukan teknologi nuklir di Indonesia.

Penulis : Triya Andriyani

Editor : Gusti Grehenson

Artikel Anak Buruh Tani Asal Aceh, Arnia Fatmawati Berhasil Masuk Teknik Nuklir UGM pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
https://ugm.ac.id/id/berita/anak-buruh-tani-asal-aceh-arnia-fatmawati-berhasil-masuk-teknik-nuklir-ugm/feed/ 0
Kisah Damar, Anak Tukang Bengkel Diterima Kuliah Gratis di Prodi Kedokteran UGM https://ugm.ac.id/id/berita/kisah-damar-anak-tukang-bengkel-diterima-kuliah-gratis-di-prodi-kedokteran-ugm/ https://ugm.ac.id/id/berita/kisah-damar-anak-tukang-bengkel-diterima-kuliah-gratis-di-prodi-kedokteran-ugm/#respond Fri, 26 Jul 2024 10:34:01 +0000 https://ugm.ac.id/?p=67863 Keterbatasan ekonomi bukanlah alasan bagi siapapun untuk meraih mimpinya. Termasuk bagi Damar Madya Prasetya (19). Anak kedua dari pasangan Mohammad Sarip (49) dan Yayuk Suprihatin (49) tinggal di rumah yang cukup sederhana di sebuah gang kecil yang hanya bisa dilalui oleh satu motor di daerah Mangkuyudan, Mantrijeron, Yogyakarta. Sehari-hari Mohammad Sarif bekerja menjadi tukang bengkel […]

Artikel Kisah Damar, Anak Tukang Bengkel Diterima Kuliah Gratis di Prodi Kedokteran UGM pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
Keterbatasan ekonomi bukanlah alasan bagi siapapun untuk meraih mimpinya. Termasuk bagi Damar Madya Prasetya (19). Anak kedua dari pasangan Mohammad Sarip (49) dan Yayuk Suprihatin (49) tinggal di rumah yang cukup sederhana di sebuah gang kecil yang hanya bisa dilalui oleh satu motor di daerah Mangkuyudan, Mantrijeron, Yogyakarta.

Sehari-hari Mohammad Sarif bekerja menjadi tukang bengkel dengan penghasilan kurang dari satu setengah juta per bulan. Sebab, penghasilannya berdasarkan jumlah motor yang berhasil diperbaikinya per hari.

Sarif sudah melakoni pekerjaannya sejak 21 tahun lalu. Dari pekerjaan itulah, asap dapur di rumahnya bisa terus mengepul dan membiayai kebutuhan sekolah kedua anaknya. Sedangkan istrinya, Yayuk, merupakan Ibu Rumah Tangga yang rutinitas sehari-harinya memasak dan mengurus keluarganya.

Meskipun tumbuh di keluarga dengan keterbatasan ekonomi, anak keduanya, Damar Madya Prasetya memiliki berbagai prestasi dan talenta yang membanggakan. Di bangku SMP dan SMA, Damar sudah meraih berbagai prestasi dan kejuaraan yang didapatkan hingga tingkat Nasional. Mulai dari perlombaan menyanyi, lomba macapat (tembang Jawa), lomba menggambar, lomba desain poster, serta FLS2N. Selain prestasi non akademik, Damar juga menyeimbangkan kualitas dirinya untuk aktif mengikuti organisasi. Ia pernah menjabat menjadi Ketua Osis dan Ketua MPK (Majelis Perwakilan Kelas) semasa sekolah.

Damar sendiri sudah menginginkan untuk bisa kuliah di prodi Kedokteran Universitas Gadjah Mada sejak di bangku SMP. Keinginannya didukung dengan motivasinya yang kian meningkat setiap kali mengantar sang Ibu kontrol kesehatan di rumah sakit. “Setiap kali kontrol, saya kepikiran, kok hebat ya seorang dokter bisa membantu untuk menyembuhkan keluhan pasien-pasiennya. Dan mulai dari situ, sebenarnya sudah kepikiran untuk kayaknya kuliah di kedokteran bagus,” jelasnya.

Menjelang kelulusannya di SMA Negeri 1 Yogyakarta, Damar mencoba mendaftar kuliah di Program Studi Kedokteran FK-KMK UGM melalui jalur Seleksi Nasional Berbasis Prestasi (SNBP). Beruntung bagi Damar, ia diterima kuliah di prodi yang paling diminati oleh para calon mahasiswa di setiap perguruan tinggi.

Namun saat menunggu pengumuman biaya UKT, perasaan Damar menjadi campur aduk mengingat kondisi ekonomi keluarganya yang menurutnya tidak akan bisa memenuhi kebutuhannya selama kuliah kelak. “Melihat dari kondisi ekonomi, bisa dikatakan, masih menengah ke bawah banget. Jadi kayak belum sepenuhnya yang bisa menutupi segala keperluan kuliah, apalagi bayar UKT, di kedokteran lagi,” ujarnya.

Berkat doa dari orang tua dan kegigihannya, Damar beserta kedua orang tuanya merasa bersyukur setelah mendapat kabar jika  Damar akhirnya mendapatkan Beasiswa UKT Pendidikan Unggul Bersubsidi 100 persen dari UGM sehingga ia digratiskan dari biaya kuliah. “Kami sangat bersyukur sekali. Sejak kecil ia sudah bercita-cita kuliah di kedokteran UGM, akhirnya bisa tercapai,” kata Yayuk dengan mata berkaca-kaca.

Sebagai seorang Ibu, kata Yayuk, dirinya sangat mendukung keinginan sang anak untuk melanjutkan pendidikannya setinggi mungkin. Baginya, pendidikan itu menjadi nomor satu untuk anaknya dan harus diperjuangkan. “Pendidikan anak itu harus kita dukung, apalagi dengan keadaan kami sekarang. Saya nggak mau ketika anak-anakku ini harus lebih sedih daripada keadaan saya,” ujarnya.

Melihat keberhasilan Damar bisa kuliah di prodi kedokteran UGM, Yayuk kembali teringat dengan kegigihan Damar sejak kecil hingga sekarang dalam menjalankan pendidikannya yang selalu ingin berprestasi baik di sekolah maupun di luar sekolah. Meski begitu, Yayuk tak pernah lupa untuk mengingatkan Damar agar selalu rendah hati dalam menjalani setiap proses kehidupannya. “Karena memang dasarnya kami orang gak punya. Sehingga sejadi apapun besok, kamu (Damar) harus tetap rendah hati,” pesannya kepada Damar.

Penulis: Lintang

Editor: Gusti Grehenson

Artikel Kisah Damar, Anak Tukang Bengkel Diterima Kuliah Gratis di Prodi Kedokteran UGM pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
https://ugm.ac.id/id/berita/kisah-damar-anak-tukang-bengkel-diterima-kuliah-gratis-di-prodi-kedokteran-ugm/feed/ 0
Anak Petani Penggarap Asal Wonosari Diterima Kuliah Gratis di UGM https://ugm.ac.id/id/berita/anak-petani-penggarap-asal-wonosari-diterima-kuliah-gratis-di-ugm/ https://ugm.ac.id/id/berita/anak-petani-penggarap-asal-wonosari-diterima-kuliah-gratis-di-ugm/#respond Fri, 26 Jul 2024 09:56:39 +0000 https://ugm.ac.id/?p=67838 Menjadi petani penggarap di tanah kas desa menjadi satu-satunya penghasilan Supriyono (54), dan istrinya Indah Winarti (52) untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Mengandalkan penghasilan kurang dari satu juta rupiah perbulan dari hasil budidaya bertanam cabai yang letaknya tidak jauh dari rumahnya di Dusun Ngisis, Desa Piyaman, Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Di usianya yang sudah […]

Artikel Anak Petani Penggarap Asal Wonosari Diterima Kuliah Gratis di UGM pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
Menjadi petani penggarap di tanah kas desa menjadi satu-satunya penghasilan Supriyono (54), dan istrinya Indah Winarti (52) untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Mengandalkan penghasilan kurang dari satu juta rupiah perbulan dari hasil budidaya bertanam cabai yang letaknya tidak jauh dari rumahnya di Dusun Ngisis, Desa Piyaman, Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Di usianya yang sudah tidak muda lagi, Supriyono menderita penyakit batu ginjal dan telah melakukan operasi sebanyak 7 kali sejak tahun 2016 lalu. Kondisi ekonomi yang pas-pasan dan tubuh yang sudah tak lagi prima itu membuatnya merasa tak mungkin untuk memberikan yang terbaik untuk kehidupan anaknya. Ia pun hanya mampu pasrah.

“Jujur, nangis saya. Sebagai orang tua, saat anak punya kemauan, kita gak bisa ngasih. Jadi beban. Harus gimana saya ini, sedang saya pengen anak-anak saya itu hidupnya lebih dari saya,” ujarnya dengan mata yang berkaca-kaca.

Di tengah kesulitan ekonomi yang membebani keluarganya, ada secercah harapan bagi Supriyono saat anak bungsunya, Agil Priyojatmiko (18) diterima kuliah di Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada melalui jalur Seleksi Nasional Berbasis Tes (SNBT) dengan beasiswa UKT pendidikan Unggul Bersubsidi sebesar 100 persen dari UGM, membuatnya langsung bersujud syukur. Ia berharap anak bungsunya kelak bisa mengangkat derajat ekonomi keluarga. “Saya sempat bersujud syukur saat Agil diterima dan dapat beasiswa UKT 100 persen. Saya bersyukur sekali,” katanya.

Apa yang didapat oleh Agil saat ini menurutnya merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Apalagi selama ini Agil selalu disiplin dalam belajar dan taat beribadah.

Selama bersekolah di SMAN 1 Wonosari, Agil selalu menunjukkan prestasi di kelas. Bahkan ia sering berprestasi dalam berbagai kegiatan perlombaan. Agil pernah  mengikuti Lomba Debat Bahasa Indonesia hingga mendapat predikat best speaker ke-3 se-Gunung Kidul, juara 1 bidang MTQ  setingkat kabupaten Gunungkidul, dan lomba juara 1 Pleton Inti (Tonti) juara 1 tingkat kabupaten Gunungkidul.

Dalam isak tangisnya, Agil menceritakan bahwa ia menyadari bahwa keputusannya untuk kuliah dengan kondisi keterbatasan ekonomi merupakan sesuatu hal yang berat baginya. Namun berkat dorongan dari guru di sekolahnya, ia memantapkan hati untuk mendaftar kuliah di UGM, dengan harapan suatu saat kelak ia dapat meringankan beban kedua orang tuanya. “Saya paham kalau orang tua belum mampu untuk menguliahkan saya, dua orang kakak saya juga tidak sempat kuliah. Saya selalu ingat pesan guru saya, ‘biaya itu bisa dicari’,” kenangnya.

Terakhir, Supriyono berpesan bahwa dalam berkuliah di UGM kelak, Agil dimintanya tetap memegang teguh kejujurannya, belajar yang tekun, dan jangan pernah meninggalkan ibadah. “Kalau Agil belajarnya semangat, Bapak juga tentrem,” pungkasnya.

Penulis: Leony

Editor: Gusti Grehenson

Artikel Anak Petani Penggarap Asal Wonosari Diterima Kuliah Gratis di UGM pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
https://ugm.ac.id/id/berita/anak-petani-penggarap-asal-wonosari-diterima-kuliah-gratis-di-ugm/feed/ 0
Anak Pengrajin Bambu dari Buleleng Diterima Kuliah Gratis di UGM https://ugm.ac.id/id/berita/anak-pengrajin-bambu-dari-buleleng-diterima-kuliah-gratis-di-ugm/ https://ugm.ac.id/id/berita/anak-pengrajin-bambu-dari-buleleng-diterima-kuliah-gratis-di-ugm/#respond Fri, 26 Jul 2024 06:34:30 +0000 https://ugm.ac.id/?p=67820 Ni Putu Dinda Regina (18), tak henti-henti menyeka air matanya. Ia begitu bersyukur bisa diterima kuliah di kampus Universitas Gadjah Mada. Pasalnya, ia sudah berencana untuk melamar kerja di toko karena melihat kondisi ekonomi keluarga yang mengandalkan dari upah pengrajin anyaman sokasi sulit untuk membiayai kuliahnya kelak. Beruntung, guru bimbingan konseling di sekolahnya menyarankan untuk […]

Artikel Anak Pengrajin Bambu dari Buleleng Diterima Kuliah Gratis di UGM pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
Ni Putu Dinda Regina (18), tak henti-henti menyeka air matanya. Ia begitu bersyukur bisa diterima kuliah di kampus Universitas Gadjah Mada. Pasalnya, ia sudah berencana untuk melamar kerja di toko karena melihat kondisi ekonomi keluarga yang mengandalkan dari upah pengrajin anyaman sokasi sulit untuk membiayai kuliahnya kelak. Beruntung, guru bimbingan konseling di sekolahnya menyarankan untuk mendaftar kuliah sambil mencari peluang beasiswa di kemudian hari. Saran itu pun diambil oleh Regina.

Keluarga Regina tinggal di daerah perbukitan di desa Tigawasa, Kecamatan Banjar, Buleleng, Bali. Daerah ini dikenal sulit air. Setiap harinya, setiap keluarga di desa ini harus mengambil air yang berjarak kurang lebih 5 kilometer. Bahkan untuk keperluan mandi cuci kakus saja, keluarga Regina masih menggunakan kamar mandi sederhana yang berada di luar rumah. Kamar mandi itu hanya mengandalkan dinding dari atap asbes bekas, lantainya dari bata bekas yang disusun seadanya. Lalu sisa pecahan genteng disulap jadi lubang kloset.

Kehidupan yang sulit tidak menyurutkan langkah Regina yang sejak kecil sudah bercita-cita untuk menjadi penjaga keadilan hukum di masyarakat. Beruntung, ia diterima di Fakultas Hukum UGM dengan beasiswa UKT Pendidikan Unggul Bersubsidi 100 persen.

Saat ditemui di rumahnya yang masih berdinding batako dengan isi rumah yang sangat sederhana. Ruang tamu berukuran kecil yang dibuat memanjang digunakan untuk menyimpan tumpukan sokasi yang sudah hampir selesai dianyam. Persis sebelah pintu masuk, terdapat meja kecil yang sehari-hari digunakan Regina untuk belajar.

Regina mengaku masih merasakan seperti mimpi melihat kenyataan dirinya diterima kuliah di Fakultas Hukum UGM. Tidak terbayangkan oleh dirinya sebelumnya, seorang anak gadis desa tinggal di pedalaman perbukitan bisa diterima kuliah di salah satu universitas bergengsi di Indonesia. Saking tidak percaya dirinya, ia sempat menyembunyikan informasi terkait pendaftaran kuliahnya di UGM pada teman-teman di sekolahnya. “Saya nggak kepikiran akan kuliah, maunya bakalan kerja dulu nanti baru mikirin kuliah,” kenangnya.

Regina masih ingat, saat ia menyampaikan maksudnya untuk mendaftar kuliah ke ibunya, Ni Kadek Nely Supriyati (43), dengan meyakinkan bahwa ibunya tidak usah khawatir soal biaya karena ia juga mendaftar beasiswa.

“Nanti pas nggak dapat beasiswa, gimana?”

“Tapi saya mau coba dulu, Bu.”

Sang ibunda tidak pernah melarang keinginan sang anak. Meski dari pekerjaan ia dan suami sebagai pengrajin bambu, hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari hari dan cukup membeli bensin motor untuk keperluan Regina ke sekolah di SMAN 1 Singaraja yang jaraknya 17 kilometer dari rumahnya.

“Setiap tiga hari sekali dikasih uang 50 ribu untuk ganti bensin boncengan dengan teman ke sekolah,” katanya.

Di sekolah, Regina dikenal dengan anak yang cukup cerdas. Selain sering juara kelas, nilai mata pelajaran IPS seperti Geografi dan Ekonomi,  ia selalu mendapat nilai 9. “Selama tiga tahun sering juara 2 dan pernah juara 4 pas di awal, tapi nilai selalu naik terus,” ujarnya.

Untuk mendukung belajar di sekolah, Regina mengandalkan buku-buku LKS yang ia beli di sekolah. Sedangkan untuk buku cetak sudah didapatkan dari sekolah secara gratis. Sedangkan untuk waktu belajarnya, Regina mengaku menyempatkan waktu sekitar 1-2 jam menjelang tidur. “Sore hari setelah pulang sekolah, saya membantu ibu buat anyaman. Sekitar jam 8 malam saya mulai belajar dan buka buku,” katanya.

Kehidupan keluarga yang penuh kesederhanaan ini, Regina tahu diri untuk tidak menuntut banyak ke kedua orang tuanya. Apalagi sang Ayah, I Gede Suastra Jaya (44) beberapa tahun lalu pernah terkena serangan stroke ringan. Praktis pekerjaan yang dilakoninya sekarang ini membantu sang istri membuat anyaman dan berjualan bensin eceran di depan rumahnya.

Tepat di hari pengumuman kelulusan tiba, Regina masih ingat persis saat pulang sekolah, dia tidak begitu antusias untuk membuka layar ponselnya karena ia merasa tidak akan lolos. Kalau pun lolos, ia hanya diterima di salah perguruan tinggi negeri di Bali. “Saya nggak yakin bakalan diterima, jadi nggak bilang ke teman-teman, kebetulan waktu itu link web sempat error,” kenangnya.

Selang beberapa jam kemudian, Regina mencoba membuka situs pengumuman SNBP. Dia tidak menyangka namanya terdaftar diterima kuliah di prodi Ilmu Hukum UGM.

“Saya lolos, Pak” kata regina pada Ayahnya.

Lolos di Bali?

“Nggak, di Jogja”

Kedua orang tua regina senang bukan kepalang, anaknya sulungnya diterima kuliah di PTN.

“Bagaimana dengan biayanya, Nak?”

“Tinggal menunggu pengumuman (beasiswa)”

Menurut Regina, saat itu ayah dan ibunya tampak senang namun juga tidak bisa menyembunyikan raut sedih di wajah mereka memikirkan soal biaya Regina ketika kuliah kelak.

Namun saat registrasi dan pengumpulan dokumen, sang ibunda, Nely Supriyati tidak menyembunyikan kebahagiaannya setelah mengetahui anaknya mendapat beasiswa UKT Pendidikan Unggul Bersubsidi 100 persen dari kampus UGM.”Saya bersyukur sekali ia bisa kuliah di UGM, apalagi bisa dapat beasiswa,” katanya dengan air mata berurai.

Menurutnya, beasiswa UKT sangat membantu beban ekonomi keluarganya. Nely mengaku, dari penghasilan dirinya dan suami sebagai pengrajin sokasi hanya cukup untuk menyambung hidup dari hari ke hari.

Setiap harinya, keduanya dapat menyelesaikan 3-4 anyaman sokasi. Untuk satu sokasi ia jual ke pengepul seharga 20 ribu rupiah. Dari satu anyaman sokasi ini, ia mendapatkan keuntungan bersih sekitar 15 ribu rupiah dipotong dari biaya pembelian bahan baku. “Dalam sebulan, kalau saya dapat 500 ribu, kalo bapak dapat satu jutaan. Sekitar 1,5 juta rupiah berdua,” katanya.

Sebagai orang desa yang tinggal di pedalaman perbukitan, Nely mengaku tidak tahu banyak soal kampus UGM. Yang ia tahu dari televisi atau obrolan dari tetangganya yang menyampaikan bahwa ia menjadi orang tua yang beruntung karena anaknya diterima di kampus pilihan. “Katanya dapat sekolah di UGM itu tidak mudah, orang pilihan katanya,” ujarnya.

Sebagai orang tua, Nely tidak berharap banyak pada anak perempuannya. Apalagi ia dan suami tidak pernah mengenyam pendidikan tinggi, keduanya hanya sampai lulus SMP.  Kini, hanya doa yang ia bisa panjatkan agar Regina bisa meraih mimpi dan cita-cita yang diinginkannya.  “Kita tidak bisa beri bekal apa-apa. Semoga ia bisa sukses menuntut ilmu di sana. Semoga apa yang diinginkannya sesuai harapannya,” jelasnya.

Penulis: Gusti Grehenson

Artikel Anak Pengrajin Bambu dari Buleleng Diterima Kuliah Gratis di UGM pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
https://ugm.ac.id/id/berita/anak-pengrajin-bambu-dari-buleleng-diterima-kuliah-gratis-di-ugm/feed/ 0
Anak Keluarga Transmigran Diterima Kuliah Gratis di UGM https://ugm.ac.id/id/berita/anak-keluarga-transmigran-diterima-kuliah-gratis-di-ugm/ https://ugm.ac.id/id/berita/anak-keluarga-transmigran-diterima-kuliah-gratis-di-ugm/#respond Mon, 22 Jul 2024 01:28:44 +0000 https://ugm.ac.id/?p=67387 Mengenakan sepatu bot, I Kadek Somadana (44) membawa galah bambu yang ujungnya sudah dipasang sabit untuk memanen buah sawit dan melepas pelepah sawit yang sudah tua. Sementara istrinya, Ni Luh Ernawati (40) mendorong gerobak angkong untuk membawa buah sawit yang sudah dipanen suaminya. Sesekali ia membereskan pelepah yang jatuh tersebut untuk disusun rapi di pinggir […]

Artikel Anak Keluarga Transmigran Diterima Kuliah Gratis di UGM pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
Mengenakan sepatu bot, I Kadek Somadana (44) membawa galah bambu yang ujungnya sudah dipasang sabit untuk memanen buah sawit dan melepas pelepah sawit yang sudah tua. Sementara istrinya, Ni Luh Ernawati (40) mendorong gerobak angkong untuk membawa buah sawit yang sudah dipanen suaminya. Sesekali ia membereskan pelepah yang jatuh tersebut untuk disusun rapi di pinggir lahan sawit yang nantinya bisa diolah menjadi pupuk kompos.

Lokasi lahan sawit seluas kurang lebih satu hektar ini jaraknya hanya 50 meter dari rumahnya di Desa Tommo 1, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat. Desa ini berada di area kawasan Transmigrasi yang berada sekitar 84 kilometer dari Kota Mamuju. Di desa ini hampir semua keluarga transmigran bertanam sawit setelah padi tidak lagi cocok untuk ditanam di bekas rawa yang sudah mengering.

Kadek sendiri mengolah lahan sawit milik ayahnya. Selama hampir 15 tahun ini keluarga Kadek menggantungkan penghasilan dari hasil panen kebun sawit. Setiap dua minggu sekali, Kadek bisa panen sekitar 4-5 kuintal buah sawit. Untuk  satu kilogram buah sawit dijual 2000 rupiah ke pengepul. “Rata-rata setiap bulan dapat sekitar 2 juta,” katanya.

Uang dari penghasilan ini, digunakan Kadek untuk menghidupi tiga orang anaknya dan kedua orang tuanya yang tinggal serumah dengannya. Sambil menunggu panen sawit, Kadek juga bekerja serabutan bila ada tetangga yang mengajaknya untuk jadi buruh harian lepas. Ada juga tetangga yang mengajaknya untuk mengangkut hasil panen sawit atau mengolah bibit kebun sawit. Kebetulan Kadek pernah 10 tahun bekerja sebagai mandor di perusahaan sawit Astra mengurusi plasma nutfah.

Meski dari kecil dan besar hidup di wilayah transmigran, Kadek memiliki tekad yang kuat untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang perguruan tinggi. Anak keduanya, Made Emilia Cahyati (18), diterima kuliah di prodi ilmu dan Industri Peternakan, Fakultas Peternakan UGM lewat Jalur Seleksi Nasional Berbasis Prestasi (SNBP). Tidak hanya lolos masuk UGM tanpa tes, Emil juga mendapat beasiswa UKT pendidikan Unggul Bersubsidi sebesar 100 persen atau biaya kuliah gratis dari UGM.

Emil sebenarnya juga tidak menyangka akan diterima kuliah di kampus UGM. Sebab menurut cerita para gurunya, belum pernah satupun alumni SMA 1 Pangale, Kabupaten Mamuju Tengah, yang diterima kuliah di kampus UGM.

“Emil, yakin mau ambil UGM?”

“Saya yakin Bu,” kata Emil, meski dalam hatinya penuh rasa tidak percaya diri.

Namun Emil meyakinkan dirinya untuk memilih kuliah di UGM dikarenakan semenjak di bangku sekolah dasar hingga bangku SMP dan SMA ia tidak bisa melanjutkan pendidikan ke sekolah Favorit. Bahkan jarak sekolah SMA dari rumahnya ditempuh hingga 45 menit menaiki kendaraan roda dua melewati area kebun sawit.“Saya bergantian dengan teman setiap tiga hari sekali gantian bawa motor, patungan bensin,” katanya.

Pernah sesekali ban bocor, Emil dan temannya terpaksa datang terlambat sampai ke sekolah. Jika ban bocor di jalan, ia menunggu teman satu sekolah lainnya yang melintas untuk membantu mendorong atau ia menelpon ayahnya untuk menjemput.

Selama di bangku sekolah, Emil langganan juara kelas masuk rata-rata tiga besar. Ketertarikannya pada pelajaran matematika dan sastra mendorongnya mengikuti berbagai perlombaan dan sering berhasil menjadi juara. Emil pernah mendapat juara 1 bidang matematika pada lomba Olimpiade Sains Nasional Tingkat Mauju pada April 2023 se-Sulawesi Barat.Selain itu, ia juga pernah meraih juara 1 bidang lomba menulis cerpen pada Festival Lomba Siswa Nasional (FLS2N) jenjang SMA tingkat Kabupaten Mamuju Tengah.Di tingkat nasional, Emil juga pernah lolos lomba Utsawa Dharmagita Agama Hindu tahun 2021 yang diselenggarakan Dirjen Bimbingan Masyarakat Hindu Kemenag RI untuk kategori remaja. Lalu di tahun 2024 ini ia pun kembali lolos di ajang yang sama yang diselenggarakan di Solo, Jawa Tengah.

Meski tinggal di kawasan Transmigran, tidak menyulutkan langkah Emil untuk bisa mengenyam kuliah di kampus UGM. Berbagai cara ia lakukan untuk bisa masuk UGM tanpa tes dengan mengikuti berbagai perlombaan. Menurutnya tidak ada yang tidak mungkin asal kita mau berusaha. “Dari awal memang saya sudah niat mau masuk UGM karena Yogyakarta terkenal dengan pendidikannya. Dulu saja sekolah SMP saya termasuk daerah 3T. Lalu SMA saya tidak masuk daftar ranking 1000 SMA terbaik di Indonesia, paling tidak saya bisa masuk ke kampus favorit,” katanya.

Sang kakek, Made Yarnita (69) nampak sumringah melihat sang cucu melanjutkan kuliah di kampus UGM. Meski ia tak tahu banyak soal pendidikan. Namun Yarnita ingat persis bagaimana tahun 1983 ia mengajak istri dan anaknya baru satu, Kadek umur 3 tahun, berangkat naik kapal dari Buleleng, Bali, merantau ke Mamuju sebagai transmigran bersama ratusan kepala keluarga lainnya.

Mendaftar sebagai transmigran, menjadi satu-satunya pilihan bagi Yarnita untuk mengubah masa depan keluarganya. Di Buleleng, kenangnya, ia tidak punya tanah untuk digarap dan sehari-hari bekerja sebagai buruh tukang kayu.

Sesampainya di Tommo, Yarnita hanya diberi rumah papan seluas  5 x 7 meter. Jalan masih berupa tanah liat, belum ada listrik dan di sekitar pekarangan masih dikelilingi hutan dan rawa. Berangsur-angsur warga transmigran menebang pohon, lalu mengolah lahan untuk menanam padi dan sesekali menjadi tenaga serabutan di desa lain.

Kini, bekas papan rumah tersebut masih tersimpan rapi di depan rumah anaknya.  Yarnita sengaja tidak ingin menjualnya, sebagai kenangan bahwa rumah itulah tanda perjuangannya untuk mengubah nasib supaya para anak dan cucunya tahu bagaimana awal kehidupan para transmigran di masa lalu.

Penulis: Gusti Grehenson

Artikel Anak Keluarga Transmigran Diterima Kuliah Gratis di UGM pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
https://ugm.ac.id/id/berita/anak-keluarga-transmigran-diterima-kuliah-gratis-di-ugm/feed/ 0
Kisah Syfa, Anak Buruh Tani Asal Sumatera Barat Kuliah Gratis di UGM https://ugm.ac.id/id/berita/kisah-syfa-anak-buruh-tani-asal-sumbar-kuliah-gratis-di-ugm/ https://ugm.ac.id/id/berita/kisah-syfa-anak-buruh-tani-asal-sumbar-kuliah-gratis-di-ugm/#respond Thu, 18 Jul 2024 08:02:18 +0000 https://ugm.ac.id/?p=67155 Keinginan untuk merubah nasib dan mengangkat harkat martabat keluarga menjadi motivasi Asysyfa Maisarah (18) untuk mendaftar kuliah di Universitas Gadjah Mada. Meski terlahir dari keluarga sederhana, anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Mardion (54) dan Elfa Harningsih (48) ini memiliki tekad kuat untuk mengejar mimpinya untuk kuliah di kampus terkemuka di Indonesia. Syfa merupakan anak […]

Artikel Kisah Syfa, Anak Buruh Tani Asal Sumatera Barat Kuliah Gratis di UGM pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
Keinginan untuk merubah nasib dan mengangkat harkat martabat keluarga menjadi motivasi Asysyfa Maisarah (18) untuk mendaftar kuliah di Universitas Gadjah Mada. Meski terlahir dari keluarga sederhana, anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Mardion (54) dan Elfa Harningsih (48) ini memiliki tekad kuat untuk mengejar mimpinya untuk kuliah di kampus terkemuka di Indonesia.

Syfa merupakan anak buruh tani yang tinggal di Desa Sungai Naniang, Kecamatan Bukik Barisan, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Sang Ayah, Mardion, hanya tamatan SMP yang bekerja sebagai buruh tani harian lepas yang menggarap lahan jeruk milik orang lain. Sedangkan ibunya adalah Ibu Rumah Tangga yang sesekali membantu sang suami jika ada panggilan kerja. “Untuk satu hari bekerja saya dibayar upah 50 ribu rupiah. Itu pun tidak setiap hari, tergantung ada yang butuh atau tidak,” kata Mardion.

Dari pekerjaan sebagai buruh harian lepas ini lah asap dapur di rumahnya tetap mengepul serta memenuhi kebutuhan sekolah bagi ketiga anaknya. Beruntung bagi Mardion, anak perempuannya memiliki prestasi akademik yang bagus di sekolah. Sejak di bangku SMP hingga SMA, Syfa bersekolah selalu langganan juara kelas dan mendapat beasiswa sehingga bebas biaya sekolah. “Kebetulan SMA dulu dapat beasiswa sejenis boarding school, jadi dapat fasilitas asrama di sana. Kadang kangen sama rumah, tapi harus ditahan untuk hemat ongkos. Jadinya pulang sebulan sekali saja, pernah juga dua bulan,” kenangnya.

Meraih dan mempertahankan prestasi bukanlah perkara mudah. Syfa harus belajar secara konsisten dan ekstra agar beasiswanya tidak dicabut. Berkat hobi gemar membaca buku, baik buku yang terkait dengan pelajaran atau pun buku-buku fiksi di ruang perpustakaan sekolah. Karena itu, ia merasa tidak pernah terbebani untuk belajar. “Bersyukur, selama SMA selalu juara umum dan dapat bintang mata pelajaran terbanyak di tiap semester. Tahun lalu juga dapat medali perunggu untuk Olimpiade Nasional Bahasa Indonesia,” ucap dia.

Meski memiliki memiliki prestasi akademik, Syfa tetap menyempatkan dirinya untuk tetap ikut berorganisasi dengan terjun ke Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), tercatat ia pernah menjabat sebagai Sekretaris. Syfa juga sempat ditunjuk oleh sekolah untuk mengikuti Sosialisasi Tata Ruang yang diadakan oleh Pemerintah Daerah Kota Padang dan aktif terlibat diskusi dengan banyak perwakilan sekolah lain se-Sumatera Barat.

Dikenal memiliki tekad yang kuat untuk mewujudkan keinginannya, menjelang lulus, Syifa menyampaikan keinginannya untuk melanjutkan ke jenjang bangku kuliah. Ia pun meyakinkan kedua orang tuanya untuk kuliah di UGM meskipun kedua orang tuanya  berharap dirinya tetap melanjutkan kuliah tidak jauh dari rumahnya.

“Soal biaya yang jadi pertimbangan apalagi jauh harus ke Jawa. Ayah maunya saya ke Pekanbaru saja yang lebih dekat dari sini, sama seperti kakak dulu. Kalau ibu masih ragu tapi tetap mendukung saja yang penting saya yakin dengan apa yang saya pilih, nanti rejeki mengikuti,” ucapnya penuh haru.

Saat pengumuman tiba, Syfa diterima kuliah di prodi Akuntansi FEB UGM tanpa tes lewat jalur Seleksi Nasional Berdasar Prestasi (SNBP). Ia juga lolos sebagai penerima Uang Kuliah Tunggal Pendidikan Unggul bersubsidi 100% (UKT 0) sehingga dibebaskan dari biaya pendidikan selama kuliah.

Elfa mengaku bangga saat menerima kabar anaknya diterima di UGM, meski di sisi lain dia dan suaminya ragu karena keterbatasan finansial. Tahun lalu, kakak Syifa baru saja lulus dari UIN Sultan Syarif Kasim, Riau, dan adiknya masih duduk di kelas 4 SD masih membutuhkan banyak biaya. “Campur aduk sekali perasaannya, senang tapi bingung, gimana nanti kuliahnya bisa lulus atau tidak, tapi Syfa bilang pasti bisa karena ada beasiswa,” cerita Elfa.

Dibalik kecemasannya, Elfa mengaku bersyukur Syfa mendapat beasiswa subsidi UKT 100 persen dari UGM sehingga bisa meringankan beban ekonomi keluarganya. Menurutnya beasiswa ini  sekaligus memberi kesempatan ke masyarakat tidak mampu untuk meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi. Dia berharap agar Syfa dapat lulus tepat waktu dan bisa meraih cita-citanya yang diinginkannya.

Penulis: Triya Andriyani

Editor: Gusti Grehenson

Foto: Firsto

Artikel Kisah Syfa, Anak Buruh Tani Asal Sumatera Barat Kuliah Gratis di UGM pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
https://ugm.ac.id/id/berita/kisah-syfa-anak-buruh-tani-asal-sumbar-kuliah-gratis-di-ugm/feed/ 0
Kisah Anak Petani Singkong Asal Toraja Kuliah Gratis di UGM https://ugm.ac.id/id/berita/kisah-anak-petani-singkong-asal-toraja-kuliah-gratis-di-ugm/ https://ugm.ac.id/id/berita/kisah-anak-petani-singkong-asal-toraja-kuliah-gratis-di-ugm/#respond Tue, 16 Jul 2024 02:09:02 +0000 https://ugm.ac.id/?p=66882 Tidak terbesit di benak Natan Kapitong, 55 tahun, jika akhirnya bisa menguliahkan anak bungsunya Moses Patibang (18) di Kampus Universitas Gadjah Mada. Apalagi dalam lima tahun terakhir ia sudah menjadi orangtua tunggal untuk menghidupi ketiga orang anaknya. Mengandalkan penghasilan dari pekerjaan sehari-hari sebagai petani singkong dan tukang ojek panggilan dengan jumlah rata-rata penghasilan kurang dari […]

Artikel Kisah Anak Petani Singkong Asal Toraja Kuliah Gratis di UGM pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
Tidak terbesit di benak Natan Kapitong, 55 tahun, jika akhirnya bisa menguliahkan anak bungsunya Moses Patibang (18) di Kampus Universitas Gadjah Mada. Apalagi dalam lima tahun terakhir ia sudah menjadi orangtua tunggal untuk menghidupi ketiga orang anaknya. Mengandalkan penghasilan dari pekerjaan sehari-hari sebagai petani singkong dan tukang ojek panggilan dengan jumlah rata-rata penghasilan kurang dari 500 ribu rupiah per bulan.

Keluarga Natan tinggal di rumah kayu yang jauh dari kota dan pemukiman warga, di Kecamatan Mengkendek, Kabupaten Tana Toraja. Untuk menuju rumahnya hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki melewati jalan setapak berbatu yang licin, hampir tanpa penerangan, dan berlumpur di tengah hutan kecil.

Untuk membiayai kehidupannya dan anak-anaknya, masih harus dibantu anak pertamanya yang bekerja sebagai buruh bangunan di Papua dan membantu bayar biaya kuliah anak keduanya di salah satu universitas swasta di Toraja.

Keterbatasan ekonomi menjadi alasan Natan untuk meminta anak bungsunya agar menunda keinginan melanjutkan ke bangku kuliah. Kalaupun terpaksa, ia meminta untuk memilih kampus yang tidak jauh dari Toraja. Akan tetapi sang anak terus bersikeras dan meyakinkan dirinya jika pilihan kuliah di UGM demi masa depannya kelak. Natan pun melunak, saat tahu Moses mendaftar lewat jalur Seleksi Nasional Berbasis Prestasi (SNBP). Yang dilakukannya hanyalah berdoa untuk kelulusan sang anak tercinta.

Sampai tibalah pada 26 Maret 2024 tepat di hari Selasa, Moses menghadiri suatu acara ibadah di gereja. Waktupun  terus berjalan hingga ibadah telah selesai dan perasaannya yang sudah mulai campur aduk ketika akan membuka pengumuman SNBP di ponselnya. Sambil berlari dan teriak sekeras-kerasnya, seperti ingin mengabarkan siapa saja kabar baiknya. “Puji Tuhan, saya lulus UGM…saya lulus UGM!”

Begitu haru dan senangnya, hingga membuat seluruh jemaat dan sang Pendeta ikut bahagia karena berita baik Moses hari itu. Moses menjadi satu-satunya siswa lulusan SMA Negeri 3 Toraja yang tahun ini diterima berkuliah di UGM.

Sang Ayah pun seperti mimpi mendapat kabar bahwa Moses lolos seleksi untuk berkuliah di UGM. Ia adalah orang yang mendukung penuh apa yang menjadi cita-cita anaknya untuk berhasil menempuh pendidikan lanjut menempuh pendidikan di universitas ternama di Indonesia. Mimpi Moses untuk bisa berkuliah di UGM sejak ia duduk di bangku SMP kini menjadi kenyataan nyata.

Anak bungsu dari tiga bersaudara asal Tana Toraja ini, berhasil diterima kuliah di prodi Ilmu Komunikasi Fisipol UGM melalui jalur Seleksi Nasional Berbasis Prestasi (SNBP). Tidak hanya itu, namanya pun kini terdaftar sebagai calon mahasiswa penerima KIP Kuliah. Bahkan saat registrasi, ia mendapat subsidi UKT 100 persen.

Di bangku SMA, Moses adalah siswa yang  selalu mendapat peringkat ke dalam 5 besar di sekolah. Moses menuturkan, bahwa untuk bisa lulus seleksi SNBP ia selalu berusaha untuk mempertahankan nilai dan prestasinya sejak ia duduk di kelas 10. Diterima kuliah di prodi Ilmu Komunikasi, Moses mengaku juga tidak lepas dari sosok Najwa Shihab yang menjadi idolanya.

“Saya ingin memiliki kemampuan berbicara di depan publik yang baik seperti Najwa Shihab dan kalau sudah lulus kelak saya bercita-cita ingin menjadi dosen” harapnya.

Persembahan untuk Sang Ibu 

Moses yang ditinggalkan sang Ibu 5 tahun lalu. Dengan haru ia mengucap terima kasih untuk mendiang sang Ibu, sosok yang amat berarti bagi hidupnya. Ia menuturkan almarhum ibunya adalah separuh hidupnya yang selalu ada di dalam hidupnya.

“Terima kasih mama telah merawat saya dari kecil hingga saya bertumbuh menjadi pribadi yang kuat, tanpa kehadiran mama di hidupku saya hanya sebutir debu yang tidak berarti dan ini saya persembahkan untuk mama saya,” tuturnya.

Hingga sekarang, Moses selalu ingat pesan yang disampaikan oleh sang Ibunda dan memegang prinsip hidup dari sang Ibu yang selalu menjadi pegangan hidupnya hingga ia berada ada di titik ini. “Kamu harus belajar yang rajin dan giat hingga menggapai cita-cita yang setinggi langit,” kata Moses menirukan pesan Ibunya.

Meski setelah ini Natan akan hidup seorang diri, namun ia bahagia karena Moses telah berhasil menjemput salah satu mimpi besarnya, berkuliah di UGM. Sang ayah berharap, semoga UGM dapat selalu memberi kemudahan dan bantuan kepada anaknya, selama menempuh kuliah.

Natan juga berharap Moses dapat tepat waktu menyelesaikan kuliah di UGM, belajar yang tekun, dan sebuah kebanggaan jika anaknya mampu menjadi contoh bagi masyarakat. Selama nanti menuntut ilmu di UGM, Natan berpesan agar Moses yang akan berangkat meninggalkan Toraja untuk selalu ingat dan mengandalkan Tuhan dalam setiap aktivitasnya kelak. “Moses tidak akan berada di titik ini tanpa campur tangan Tuhan,” ungkapnya.

Bagi Natan, subsidi UKT 100% yang diberikan UGM seperti sebuah mimpi yang jadi nyata untuk keluarganya yang memiliki beban finansial yang tidak sedikit. “Saya lebih senang dan saya mengucap terima kasih kepada pemerintah yang dapat memberi subsidi untuk anak saya kuliah. Karena secara ekonomi kami tidak mampu, pendapatan kami di bawah 500 ribu setiap bulan, sehingga kalau untuk membiayai kuliah di UGM kami tidak mampu,” katanya terisak.

Sebagai universitas nasional, Universitas Gadjah Mada terus berkomitmen kuat untuk memberikan akses pendidikan tinggi kepada semua lapisan masyarakat, termasuk mereka yang berasal dari latar belakang ekonomi kurang mampu melalui salah satunya program subsidi UKT. Subsidi ini diberikan berdasarkan kondisi ekonomi mahasiswa, sehingga memastikan bahwa biaya kuliah tetap terjangkau bagi semua kalangan. Calon mahasiswa dapat mengajukan permohonan subsidi UKT dengan menyertakan dokumen-dokumen yang menunjukkan kondisi ekonomi mereka.

Penulis: Astri

Editor: Gusti Grehenson

Artikel Kisah Anak Petani Singkong Asal Toraja Kuliah Gratis di UGM pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
https://ugm.ac.id/id/berita/kisah-anak-petani-singkong-asal-toraja-kuliah-gratis-di-ugm/feed/ 0