Pusat Studi Pariwisata UGM Arsip - Universitas Gadjah Mada https://ugm.ac.id/id/tag/pusat-studi-pariwisata-ugm/ Mengakar Kuat dan Menjulang Tinggi Wed, 05 Feb 2025 10:52:38 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.1.7 Puspar UGM: Aspek Keamanan dan Keselamatan Berwisata Harus Diutamakan https://ugm.ac.id/id/berita/puspar-ugm-aspek-keamanan-dan-keselamatan-berwisata-harus-diutamakan/ https://ugm.ac.id/id/berita/puspar-ugm-aspek-keamanan-dan-keselamatan-berwisata-harus-diutamakan/#respond Wed, 05 Feb 2025 09:09:38 +0000 https://ugm.ac.id/?p=75513 Belakangan ini, publik disuguhkan oleh dua kejadian tragis yang menimpa para siswa yang tengah melakukan kegiatan rekreasi yang diadakan oleh pihak sekolah. Di akhir bulan Januri lalu, sebanyak 13 siswa SMPN 7 Mojokerto terseret ombak di Pantai Drini, Gunungkidul, Yogyakarta, 4 siswa dinyatakan meninggal dunia. Tak berselang lama, kecelakaan lalu lintas kembali terjadi menimpa rombongan […]

Artikel Puspar UGM: Aspek Keamanan dan Keselamatan Berwisata Harus Diutamakan pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
Belakangan ini, publik disuguhkan oleh dua kejadian tragis yang menimpa para siswa yang tengah melakukan kegiatan rekreasi yang diadakan oleh pihak sekolah. Di akhir bulan Januri lalu, sebanyak 13 siswa SMPN 7 Mojokerto terseret ombak di Pantai Drini, Gunungkidul, Yogyakarta, 4 siswa dinyatakan meninggal dunia. Tak berselang lama, kecelakaan lalu lintas kembali terjadi menimpa rombongan siswa SMA Negeri 1 Porong Sidoarjo di Pintu Exit Tol Purwodadi, pada Sabtu (1/2) lalu. Dua orang dinyatakan tewas, dan 19 lainnya menjalani perawatan. Masih banyak catatan kejadian kecelakaan di lokasi wisata ataupun saat dalam perjalanan berwisata yang kemudian merenggut korban jiwa.

Dr. Destha Titi Raharjana, M.Si., peneliti Pusat Studi Pariwisata UGM mengaku prihatin dan menyayangkan atas kejadian tersebut. Menurutnya, kegiatan wisata yang diharapkan menyenangkan sekaligus mampu mengembalikan semangat dan energi baru justru berujung duka. Meski kejadian kecelakaan memang tidak dapat diprediksi, namun menurutnya hal itu bisa diantisipasi dengan tetap menjaga kewaspadaan semua pihak  dan menjadikan keselamatan sebagai prinsip utama untuk menekan resiko terjadinya kecelakaan. “Semestinya dapat dicegah apabila segenap pihak mampu melakukan menerapkan SOP dan selalu menjalankan pengendalian”, terangnya di Kampus UGM, Rabu (5/2).

Destha berpendapat pihak pengelola dinilai sebagai pihak yang paling paham lingkungan wisata yang dikelolanya. Mereka sebetulnya pihak yang paling paham terhadap lingkungannya, kondisi wahana permainan yang dimiliki beserta fasilitasnya. Semestinya semua dalam kondisi yang selalu siap dan mendapat pengawasan ketat. Selain itu, para pengelola wisata mestinya secara periodik melakukan pengecekan kelaikan. “Secara profesional, para penyedia jasa wisata dan wahana rekreasi seharusnya mampu menerapkan SOP secara konsisten guna menekan berbagai resiko yang mungkin terjadi,” tuturnya.

Tidak cukup sampai di situ, menurut Destha, wisatawan yang membeli tiket wisata, dan berniat bermain wahana permainan harus diyakinkan keamanan semua fasilitas. Meskipun dalam tiket tercantum adanya asuransi, imbuhnya, pihak pengelola diwajibkan menyampaikan soal kepastian jaminan keselamatan bagi pengunjung.“Jika perlu pasang papan informasi, himbauan untuk selalu waspada, dan hati-hati. Jangan segan-segan pula mengingatkan secara berulang untuk keselamatan pengunjung, mengingat di waktu-waktu tertentu karena lonjakan pengunjung seringkali membuat mereka mengabaikan keselamatan diri”, jelasnya.

Terlebih untuk lokasi-lokasi wisata di alam terbuka. Sebagaimana kejadian di Pantai Drini, Gunungkidul belum lama ini. Pihak wisatawan, dalam pandangan Destha semestinya juga selalu waspada dan mampu menjaga diri terlebih di musim penghujan. Berwisata di lokasi wisata air, menurutnya sangat perlu untuk mengetahui karakter lokasi wisata yang dituju. “Ini artinya, kesiapan untuk bertanggung jawab atas diri sendiri juga menjadi hal utama.  Pihak sekolah pun perlu memberikan himbauan agar siswanya selalu berhati-hati. Pengetahuan tentang kemungkinan terjadinya gelombang saat berwisata di pantai pun harus dicari atau diberikan kepada wisatawan. Terlebih, karakter gelombang laut yang dikenal ganas serta keberadaan palung di pantai Selatan Jawa yang patut untuk diwaspadai’, ungkapnya.

Destha pun turut prihatin atas berbagai kejadian laka wisata yang merengut jiwa wisatawan di jalan raya. Seperti yang terjadi di Pasuruan beberapa hari lalu. Menurutnya banyak faktor berpengaruh terhadap peristiwa tersebut, akibat dari kondisi kendaraan yang mengalami gangguan ataupun dari sisi human error. Untuk mengantisipasi kejadian serupa, dia berharap pihak penyedia kendaraan wisata atau agen wisata seharusnya mampu menyediakan kendaraan yang siap dan menjamin keselamatan calon pengguna. “Caranya, secara periodik kendaraan mereka harus dilakukan uji kir, chek surat jalan, dan kelaikan semuanya”, paparnya.

Harapan yang sama juga ditujukan kepada pihak pemerintah, khususnya  Dinas Perhubungan yang seyogyanya secara rutin perlu melakukan sidak pada beberapa Perusahaan Otobus. Mereka bisa melakukan penilaian sekaligus mengevaluasi terhadap beberapa kendaraan yang dimiliki PO.Jika ditemui yang tidak layak, pihak konsumen dalam hal ini agen wisata berhak untuk melarang untuk tidak dipergunakan lagi. “Jika memang ditemui seperti itu maka bisa meminta perusahaan mengganti dengan kendaraan terbaru atau kendaraan layak jalan”, ucapnya.

Destha juga mengingatkan agar pihak agen wisata secara rutin melakukan tes kesehatan untuk para sopir yang hendak menjalankan kendaraan untuk mengantar wisatawan. Sekaligus memastikan kesehatan sopir dalam kondisi prima. “Jam terbang sopir juga penting untuk menekan kecelakaan. Driver yang hapal medan jalan cenderung lebih waspada dalam mengendalikan kendaraan. Karenanya masing-masing driver perlu mengenali dan mempelajari kondisi jalan,” pungkasnya.

Penulis : Agung Nugroho

Foto      : Freepik

Artikel Puspar UGM: Aspek Keamanan dan Keselamatan Berwisata Harus Diutamakan pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
https://ugm.ac.id/id/berita/puspar-ugm-aspek-keamanan-dan-keselamatan-berwisata-harus-diutamakan/feed/ 0
Mahasiswa KKN-PPM UGM Kembangkan Kawasan Terban Sebagai Kampung Wisata Budaya https://ugm.ac.id/id/berita/mahasiswa-kkn-ppm-ugm-kembangkan-kawasan-terban-sebagai-kampung-wisata-budaya/ https://ugm.ac.id/id/berita/mahasiswa-kkn-ppm-ugm-kembangkan-kawasan-terban-sebagai-kampung-wisata-budaya/#respond Mon, 03 Feb 2025 03:30:56 +0000 https://ugm.ac.id/?p=75285 Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu daerah yang menjadi tujuan wisata yang paling banyak dikunjungi oleh wisatawan selain Bali, Lombok, dan daerah lainnya. Untuk meningkatkan daya tarik wisatawan yang datang ke Yogyakarta, sebanyak 25 kampung wisata yang sudan terbentuk di Kota Yogyakarta. Kampung wisata ini diharapkan menjadi salah satu alternatif destinasi yang menjadi pilihan bagi […]

Artikel Mahasiswa KKN-PPM UGM Kembangkan Kawasan Terban Sebagai Kampung Wisata Budaya pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu daerah yang menjadi tujuan wisata yang paling banyak dikunjungi oleh wisatawan selain Bali, Lombok, dan daerah lainnya. Untuk meningkatkan daya tarik wisatawan yang datang ke Yogyakarta, sebanyak 25 kampung wisata yang sudan terbentuk di Kota Yogyakarta. Kampung wisata ini diharapkan menjadi salah satu alternatif destinasi yang menjadi pilihan bagi wisatawan untuk menikmati wisata berbasis budaya.

Peneliti Pusat Studi Pariwisata (Puspar) UGM, Dr. Destha Titi Raharjana, kelurahan terban Kota Yogyakarta merupakan salah satu wilayah yang memiliki potensi untuk pengembangan kampung wisata berbasis budaya. Menurutnya, sepanjang  jalan Cik Di Tiro, Yogyakarta yang tersambung dengan daerah Kota Baru bisa menjadi storyline yang menarik untuk dikemas sebagai paket wisata. “Mencermati berbagai potensi sejarah yang bisa diungkit membuka peluang sekaligus memberikan nilai tambah bagi kepariwisataan,” kata Destha dalam keterangan yang dikirim ke wartawan, Senin (3/2)

Destha menaruh harapan besar terhadap kawasan Terban menjadi kawasan wisata sejarah. Terlebih setelah penetapan Terban sebagai Kelurahan Budaya tentunya bisa menjadi modal untuk menguatkan identitas budaya di wilayah Terban. Ia menyebutkan, berbagai budaya yang masih dilestarikan hingga saat ini di kawasan Terban, diantaranya Ruwahan, Rejeban, Saparan dan Merti Belik. “Semua itu penting untuk diidentifikasi dan dikemas sebagai produk budaya yang dapat diangkat sebagai kalender event di Kelurahan Terban”, terangnya.

Kepala Bidang Pengembangan Sumber Daya Pariwisata, Pemerintah Kota Yogyakarta, Husni Eko Prabowo mengatakan pihaknya turut mendorong pengembangan sumber daya pariwisata di Kelurahan Terban. Untuk wilayah Kemantren Gondokusuman, ujarnya, hingga saat ini baru ada 1 kampung wisata yang berlokasi di Baciro. Ia berkomitmen turut membantu kanalisasi ide masyarakat terhadap pengembangan wisata. “Tidak semata hanya menambah jumlah kampung wisata. Yang terpenting bagi kami, adalah menguatkan komitmen warga setempat. Terlebih setelah terbentuk nanti lantas bagaimana? Kami tahu di Terban sudah ada Pokdarwis. Untuk itu, mari bersama Pokdarwis pihak kelurahan dapat mendorong adanya local champion guna mengawal serius pengembangan Terban sebagai kampung wisata,” jelasnya.

Diandra, selaku salah satu anggota tim KKN-PPM UGM Unit YO-175 melakukan yang tengah melakukan kegiatan pengabdian dengan mengusung program besar berupa Terban Sadar Wisata: Pengembangan Mandiri Pariwisata Kelurahan mengatakan pihaknya melakukan program kerja dalam rangka mendukung pengembangan sektor pariwisata berbasis ekonomi kreatif. “Kelurahan Terban yang memiliki ragam potensi sejarah menarik untuk digali dan diperkenalkan kepada generasi saat ini,” katanya.

Untuk meningkatkan pengembangan pariwisata, kata Diandra, mahasiswa KKN UGM berhasil menyusun buku profil pariwisata yang diharapkan menjadi rujukan dalam pembangunan potensi pariwisata. “Kita berharap apa yang sudah kita lakukan bisa menjadi landasan bagi pengembangan sektor pariwisata Kelurahan Terban, termasuk penguatan kelembagaan wadah kolaboratif yang sudah ada,” katanya.

Diandra berharap seluruh program yang dilaksanakan oleh mahasiswa KKN bisa dilanjutkan dengan inisiatif warga dan bisa semakin dikembangkan oleh Tim KKN berikutnya.

Lurah Terban, Sigit Kusuma Atmaja membeberkan keberadaan bangunan bersejarah yang masih dijumpai di Terban. Bangunan-bangunan tersebut, menurutnya, menarik untuk diangkat cerita sejarahnya. Sigit mencontohkan keberadaan Kantor Pos Polisi yang terletak di utara Gramedia. Kantor ini, disebutnya, dulu sebagai markas besar TNI Angkatan Darat. “Bangunan eks rumah Haji Salim ini, kini beralih fungsi sebagai restoran Bumbu Desa”, ungkapnya.

Ia mengaku pernah mendapat kunjungan KSAL yang ingin tahu sejarah Angkatan Laut. Menurut beberapa sumber menyatakan markas besar AL dahulu juga berada di Terban. Hotel Galuh, yang berada di timur SMA 9, dulunya adalah Rumah Sakit Angkatan Laut.

Bappenas di tahun 2024 juga melakukan hal yang sama. Mereka menurunkan tim untuk meneliti cikal bakal pembentukan Dewan Ekonomi Negara. “Bangunan Panti Rekso Putro, ada yang menyebut dahulu sebagai lokasi cikal bakal Bappenas. Rumah sakit mata Dr Yap merupakan rumah sakit mata tercanggih dan menjadi rujukan rumah sakit mata dari berbagai wilayah, termasuk dari luar negeri”, ujarnya.

Sigit menambahkan masyarakat Terban sudah memetakan berbagai rencana strategis terkait pengembangan pariwisata di wilayahnya. Mulai wisata berbasis edukasi yang dikemas dalam kekayaan warisan sejarah Terban hingga potensi promosi digital wisata kuliner di Kelurahan Terban.“Kita punya banyak potensi. Bukan hanya pengembangan objek wisata, tetapi Terban memiliki banyak anak muda yang sudah mendapatkan kesempatan magang hospitality supaya masyarakat ada peningkatan keahlian,” ungkap Sigit.

Penulis : Agung Nugroho

Artikel Mahasiswa KKN-PPM UGM Kembangkan Kawasan Terban Sebagai Kampung Wisata Budaya pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
https://ugm.ac.id/id/berita/mahasiswa-kkn-ppm-ugm-kembangkan-kawasan-terban-sebagai-kampung-wisata-budaya/feed/ 0
Puspar UGM Kembangkan Ekowisata Berbasis Budaya di Kabupaten Murung Raya https://ugm.ac.id/id/berita/puspar-ugm-kembangkan-ekowisata-berbasis-budaya-di-kabupaten-murung-raya/ https://ugm.ac.id/id/berita/puspar-ugm-kembangkan-ekowisata-berbasis-budaya-di-kabupaten-murung-raya/#respond Mon, 18 Nov 2024 01:37:36 +0000 https://ugm.ac.id/?p=72777 Banyaknya potensi alam dan budaya yang eksotis dan menantang yang dimiliki Kabupaten Murung Raya menjadi kekuatan untuk mendatangkan wisatawan minat khusus. Berbagai potensi tersebut tentunya menarik para peneliti ataupun pewisata petualangan (adventure tourism) untuk melakukan eksplorasi. Dr. Destha Titi Raharjana, selaku tim ahli Pusat Studi Parisiwata (Puspar) UGM menilai kemasan special interest tourism menjadi sebuah […]

Artikel Puspar UGM Kembangkan Ekowisata Berbasis Budaya di Kabupaten Murung Raya pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
Banyaknya potensi alam dan budaya yang eksotis dan menantang yang dimiliki Kabupaten Murung Raya menjadi kekuatan untuk mendatangkan wisatawan minat khusus. Berbagai potensi tersebut tentunya menarik para peneliti ataupun pewisata petualangan (adventure tourism) untuk melakukan eksplorasi. Dr. Destha Titi Raharjana, selaku tim ahli Pusat Studi Parisiwata (Puspar) UGM menilai kemasan special interest tourism menjadi sebuah peluang untuk dikembangkan. Sayang, upaya pembenahan sektor kepariwisataan di Murung Raya masih dihantui dengan persoalan kondisi aksesibilitas, konektivitas, dan minimnya terbatasnya infrastruktur pendukung.

Tamu yang hendak berkunjung ke Bumi Tira Tangka Balang selama ini harus melalui bandar udara yang terletak Barito Utara kemudian melanjutkan perjalanan darat ke Puruk Cahu sebagai ibukota Kabupaten Murung Raya  dengan waktu tempuh 2,5 jam. Apabila wisatawan masuk lewat Kota Palangkaraya, mereka harus overland dengan waktu 6-7 jam untuk mencapai Murung Raya. “Kondisi ini tentunya sangat melelahkan dan membutuhkan biaya tidak sedikit”, ujarnya saat berlangsung  Forum Group Discussion Akhir Penyusunan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah (Ripparda) Kabupaten Murung Raya di GPU Tira Tangka Balang, Senin (11/11).

Oleh karenanya dalam FGD ini, ia mendorong Dinas Kepemudaan Olahraga dan Pariwisata melengkapi Penyusunan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah (Ripparda) Kabupaten Murung Raya menjadi Naskah Akademik dan Rancangan Perda tentang Ripparda 2025—2034. Ia sangat serius mengharapkan dokumen pembangunan sektor kepariwisataan ini dapat dijadikan guideline bagi segenap stakeholder. “Kami berharap ada komunikasi dengan Kementerian Pariwisata, khususnya bidang destinasi pariwisata minat khusus yang diharapkan dapat dihadirkan bertandang ke Murung Raya”, paparnya.

Bagi Destha pesona air terjun serta pesona alam yang masih tersimpan tentunya potensial untuk dipromosikan secara segmented. Sebagai penelitia, ia mendorong Pemkab memperhatikan dan merangkul generasi muda yang tergabung dalam komunitas media sosial. Dengan kehadiran anak-anak muda diakui sangat membantu pengembangan pariwisata di Kabupaten Murung Raya dengan berbagai video ataupun ulasan yang telah dihasilkan para pegiat medsos di Murung Raya. “Mereka telah banyak mendokumentasikan berbagai objek wisata, dan tercatat ada 105 daya tarik wisata yang berhasil dihimpun Puspar UGM. Salah satunya informasinya kami rujuk dari media sosial. Pemkab dapat libatkan komunitas medsos ini saat eksplorasi di beberapa destinasi agar dapat membantu untuk mempromosikan kepada generasi saat ini. Seiring perkembangan diperlukan gaya promosi yang berbeda”, terangnya.  

Dr. Drs. Hermon, M.Si selaku penjabat Bupati Murung Raya menyampaikan dari sisi supply daya tarik wisata Kabupaten Murung Raya tidak kalah dengan daerah lain. Kabupeten Murung Raya unggul dalam keragaman produk wisata baik alam maupun budaya yang masih asli. “Seperti disampaikan sebelumnya kita terkendala akses masuk. Kita punya titik nol Tugu Kathulistiwa namun tidak semua orang mengenalnya. Mengapa daerah-daerah lain sangat maju dalam pembangunan kepariwisataan, karena tempat mereka mudah dikunjungi melalui berbagai akses baik akses darat, laut maupun udara. Belum lagi dukungan oleh kelengkapan fasilitas pariwisata dan infrastruktur yang memadai”, terangnya.

Peneliti Puspar UGM lainnya, Wijaya, S. Hut., M.Sc menyampaikan sebanyak 105 objek daya Tarik wisata di Kabupaten Murung Raya tersebar di 10 kecamatan. Kecamatan Tanah Siang memiliki jumlah objek daya tarik wisata terbanyak, yaitu 33 objek (31%). Disusul Kecamatan Murung sebanyak 20 objek (19%). Sementara Kecamatan dengan jumlah daya tarik wisata paling sedikit, yaitu Kecamatan Barito Tuhup Raya sebanyak 3 objek (3%).

Sedangkan jenis daya tarik wisata alam menempati urutan terbanyak, yaitu 71 objek (68%), disusul wisata budaya 25 objek (24%), dan daya tarik wisata buatan sebanyak 9 objek (9%). “Dari 105 daya tarik wisata terdapat 5 daya tarik wisata unggulan berdasarkan Kriteria Penilaian daya tarik wisata,” katanya.

Wijaya menyebutkan beberapa lokasi daya tarik wisata yang potensial dikembangkan mampu mendatangkan wisatawan, antara lain Taman Sapan, Permandian Datah Bendu, Air Terjun Liang Pandan, Air Terjun Batu Notok Cangkang, Taman Kota Pasir Putih, Rumah Betang Apat-Bantian-dan Betang Konut. Dalam kesempatan ini, Pusat Studi Pariwisata UGM mengusulkan perwilayahan pariwisata ada dua Destinasi Pariwisata Kabupaten, dua Kawasan Pengembangan Pariwisata Kabupaten (KPPK), dan dua Kawasan Strategis Pariwisata Kabupaten (KSPK). Adapun dua KSPK Murung Raya, yaitu KSPK 1 Kota Puruk Cahu dan sekitarnya dengan tema pengembangan wisata city tour didukung wisata belanja, sport, dan kuliner; dan KSPK 2 Karali – Saripoi – Cangkang dan sekitarnya dengan tema pengembangan wisata alam tirta didukung wisata alam petualangan pegunungan, budaya dan kuliner.

Penulis : Agung Nugroho

Artikel Puspar UGM Kembangkan Ekowisata Berbasis Budaya di Kabupaten Murung Raya pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
https://ugm.ac.id/id/berita/puspar-ugm-kembangkan-ekowisata-berbasis-budaya-di-kabupaten-murung-raya/feed/ 0
Pemkab Malinau Gandeng Puspar UGM Merancang Pembangunan Taman Budaya https://ugm.ac.id/id/berita/pemkab-malinau-gandeng-puspar-ugm-merancang-pembangunan-taman-budaya/ https://ugm.ac.id/id/berita/pemkab-malinau-gandeng-puspar-ugm-merancang-pembangunan-taman-budaya/#respond Thu, 07 Nov 2024 08:59:36 +0000 https://ugm.ac.id/?p=72592 Festival Irau sebagai kegiatan tahunan merupakan gelaran seni budaya yang rutin diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara. Sayang sehabis perhelatan festival selesai aktivitas seni budaya pun turut terhenti. Oleh karena itu, diperlukan upaya mengembangkan festival Taman Budaya Malinau di kemudian hari diharapkan dapat menjadi Simbol Budaya dengan membangun ruang-ruang aktivitas yang mewadahi kegiatan budaya, […]

Artikel Pemkab Malinau Gandeng Puspar UGM Merancang Pembangunan Taman Budaya pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
Festival Irau sebagai kegiatan tahunan merupakan gelaran seni budaya yang rutin diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara. Sayang sehabis perhelatan festival selesai aktivitas seni budaya pun turut terhenti. Oleh karena itu, diperlukan upaya mengembangkan festival Taman Budaya Malinau di kemudian hari diharapkan dapat menjadi Simbol Budaya dengan membangun ruang-ruang aktivitas yang mewadahi kegiatan budaya, seperti bangunan utama 2 Theater Hall Indoor dengan kapasitas 500 orang dalam setiap hall, dan plaza budaya sebagai ruang pertunjukan outdoor dengan kapasitas kuran lebih 1000 orang.

Hal itu mengemuka dalam FGD Laporan Akhir Perencanaan Pengembangan Taman Budaya Malinau hasil kerja sama Pemkab Malinau bersama Pusat Studi Pariwisata UGM. di kompleks Kantor Kabupaten Malinau, Rabu (6/11).

Peneliti Puspar UGM, Dr. Destha Titi Raharjana sebagai anggota tim penyusun menegaskan dari perspektif pariwisata, taman budaya yang diimpikan ini mampu tampil sebagai produk budaya yang beridentitas. Malinau, disebutnya sebagai kabupaten dengan luasan terbesar di Kalimantan Utara, dan di kabupaten ini terhimpun 11 suku Dayak yang dapat hidup berdampingan. “Ini momentum pembangunan proyek berjangka panjang jangan hanya menjadi wacana. Perlu kiranya dicarikan dukungan dari kementerian, seiring keberadaan Kementerian Kebudayaan, Kementerian Ekonomi Kreatif, dan Kementerian Pariwisata,” katanya.

Sekda Pemkab Malinau, Dr. Ernes Silvanus, S.Pi, MM,.MH., mengatakan potensi keragaman suku Dayak beserta beberapa paguyuban masyarakat lainnya yang tinggal bersama di Bumi Intulun sangat perlu difasilitasi dengan wadah atau ruang yang representative agar para pekerja seni dapat mengekspresikan kreativitasnya.

Ernes menegaskan banyak kegiatan seni yang dilakukan warga masih menghadapi kendala diantaranya kesulitan menemukan tempat untuk latihan. “Tidak sedikit dari para generasi muda yang terkadang melakukan latihan di dalam ruangan kantor, di halaman dan tempat lain sebisanya yang memungkinkan untuk latihan,” ujarnya.

Ia mengharapkan konsep Taman Budaya Malinau nantinya dapat dijadikan ruang bersama untuk berlatih dan menampilkan keunikan sebelas suku di Malinau bersama paguyuban masyarakat lainnya. Harapannya, Malinau memiliki ruang dan tempat untuk pelestarian, pembinaan dan pengembangan kebudayaan Malinau. Beberapa jenis bangunan yang akan diwujudkan antara lain penyediaan rumah-rumah adat dari sebelas suku di Malinau. Bangunan-bangunan tersebut kelak menjadi alternative ruang akomodasi bagi wisatawan yang hendak merasakan pengalaman budaya berbeda selama di Malinau.

Kelik Sugiarto Atmaja, S.Ars dari tim arsitek dalam kajiannya menjelaskan rencana pembangunan Taman Budaya ini menempati lahan seluas 3,8Ha. Berlokasi di lahan milik pemerintah. Lokasi dirancang di dekat Kantor Desa Kuala Lapang dan Museum Malinau. “Calon lokasi Taman Budaya Malinau secara existing sangat strategis dijangkau”, terangnya.

Lokasi didominasi lahan berkontur, diantaranya masih banyak pepohonan dan beberapa bagiannya masih ada rawa-rawa. Kondisi ini mencerminkan karakteristik topografi dari Malinau sendiri yang nantinya tetap akan dioptimalkan sebagai landscape Taman Budaya Malinau.

Lebih lanjut, Kelik menjelaskan Taman Budaya Malinau dirancang dengan konsep Simpul Budaya yang dapat diartikan dan dianalogikan sebagai tali penyatu keberagaman antarbudaya. Taman Budaya Malinau inipun kelak dapat difungsikan sebagai pengikat budaya Malinau dengan keragaman sebelas suku Dayak, keragaman seni-tari yang dilestarikan, keragaman seni ukir, dan lainya.

Bagi Kelik eksistensi Taman Budaya Malinau di kemudian hari diharapkan dapat menjadi Simbol Budaya Kabupaten Malinau. Implementasi desainnya diwujudkan dengan adanya ruang-ruang aktivitas yang mewadahi kegiatan budaya, seperti bangunan utama 2 Theater Hall Indoor dengan kapasitas 500 orang dalam setiap hall, dan plaza budaya sebagai ruang pertunjukan outdoor dengan kapasitas kurangan lebih 1000 orang. “Ada juga sebelas rumah adat sebagai historical landscape yang akan ditempatkan pada landscape yang berkontur dekat rawa mengikuti kondisi aslinya sehingga nantinya masyarakat dapat melakukan tracking di area tersebut”, ucapnya.

Terhadap gagasan pendirian Taman Budaya Malinau inipun mendapat sambutan baik dari beberapa tokoh adat yang hadir diantaranya para tokoh dari Dayak Lundayeh, Dayak Kenyah, Dayak Abay, Dayak Tidung, dan lainnya. Beberapa dinas terkait yang turut memberikan pandangannya. Para tokoh budaya yang hadir berharap proses pembangunan Taman Budaya Malinau mempergunakan jenis kayu Ulin sebagai bahan utama. Untuk tanaman mereka memberi masukan dengan menggunakan jenis tanaman lokal seperti kayu Meranti,kayu Kapur, kayu Gaharu, dan lainnya. Pun pemanfaatan tanaman buah-buahan lokal yang mudah ditemukan di wilayah Malinau.

Penulis : Agung Nugroho

Foto     : Dok.Kemenparekraf

 

Artikel Pemkab Malinau Gandeng Puspar UGM Merancang Pembangunan Taman Budaya pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
https://ugm.ac.id/id/berita/pemkab-malinau-gandeng-puspar-ugm-merancang-pembangunan-taman-budaya/feed/ 0
Puspar UGM Rancang Master Plan Geopark Vulkanik Purba Kabupaten Sikka https://ugm.ac.id/id/berita/puspar-ugm-rancang-master-plan-geopark-vulkanik-purba-kabupaten-sikka/ https://ugm.ac.id/id/berita/puspar-ugm-rancang-master-plan-geopark-vulkanik-purba-kabupaten-sikka/#respond Wed, 30 Oct 2024 03:44:36 +0000 https://ugm.ac.id/?p=72262 Upaya serius Pemerintah Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) melakukan rekognisi keragaman potensi geopark terus dijalankan. Melalui pengkajian bersama Pusat Studi Pariwisata (Puspar) UGM, Bapperida Kabupaten Sikka telah melangsungkan Diskusi Kelompok Terpumpun (DKT) tahap awal dari studi Penyusunan Master Plan Geopark Kabupaten Sikka bertempat di Kantor Bupati Sikka, Jum’at (25/10). Dosen Departemen Teknik Geologi […]

Artikel Puspar UGM Rancang Master Plan Geopark Vulkanik Purba Kabupaten Sikka pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
Upaya serius Pemerintah Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) melakukan rekognisi keragaman potensi geopark terus dijalankan. Melalui pengkajian bersama Pusat Studi Pariwisata (Puspar) UGM, Bapperida Kabupaten Sikka telah melangsungkan Diskusi Kelompok Terpumpun (DKT) tahap awal dari studi Penyusunan Master Plan Geopark Kabupaten Sikka bertempat di Kantor Bupati Sikka, Jum’at (25/10).

Dosen Departemen Teknik Geologi Fakultas Teknik UGM sekaligus ketua tim Ahli Puspar Agus Hendratno,ST., M.T.,mengatakan keunikan geologi di Sikka memiliki nilai luar biasa dari sisi bentukan, geometri, dan sejarah bentang alam vulkanik Kuarter maupun bentang alam Vulkanik Tersier. Menurut Agus, Taman Wisata Alam Laut Teluk (TWAL) Maumere sudah dikenal sejak lama. Termasuk juga Gunung Api Egon yang banyak menarik minat wisatawan minat khusus untuk mendaki gunung api tersebut untuk melihat fenomena kegunungapian pada kawah aktifnya. “Sudah sepatutnya bila para pihak aktif terlibat dalam mendorong proses inspiring Geopark Nasional untuk Kabupaten Sikka sampai di tingkat global,” katanya.

Meski begitu, imbuh Agus, pengembangan geopark ini harus berdasarkan tiga pilar dasar geokonservasi, yaitu konservasi, edukasi dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Dari mapping identifikasi geoheritage, disebutnya terdapat dua matra geologi yang menguatkan keunikan Geopark Vulkanik Purba di Kabupaten Sikka, yaitu matra laut dan matra daratan.

Lebih lanjut, Hendratno menegaskan gempa dan tsunami yang pernah melanda Teluk Maumere, Kabupaten Sikka pada 12 Desember 1992 silam masih menyisakan jejak geologi yang patut menjadi pembelajaran. Di Desa Koja Doi sebagai gugusan pulau pulau vulkanik purba di Teluk Maumere didapati bangunan runtuhan gempa/ hempasan tsunami dan penurunan muka tanah akibat likuifaksi (peluluhan) yang di desa ini. Lokasinya tidak jauh dari episentrum gempa tektonik 7,8 magnitudo, yang berada di Pulau Babi (pulau vulkanik purba).

“Rekahan yang berada di dasar perairan dangkal area perairan Pulau Babi masih tampak kasat mata terlihat di atas perahu saat melintas berwisata bahari ke Kepulauan Pangabatang. Rekahan (terpatahkan) di dasar perairan laut dangkal Pulau Babi, saat ini menjadi salah satu spot diving bagi wisatawan asing maupun wisatawan Nusantara,” terangnya.

Fitrinita Kristiani S.Sos, M.Si, Asisten I Pemerintahan dan Kesra Sikka menyambut baik gagasan Bapperida mendorong potensi geopark Sikka sebagai salah satu modal mengenalkan Maumere di tingkat global. Melalui kajian ini diharapkan mampu mengangkat potensi lokal. “Kami punya keyakinan beragam potensi kebumiaan, baik yang ada di bawah laut ataupun daratan sarat dengan nilai edukasi. Kami pun juga yakin dengan keunikan budaya dari suku-suku bangsa di Sikka ini akan menguatkan produk geoheritage yang kini tersebar di 19 sites”, tuturnya

Dr. Destha Titi Raharjana, sebagai anggota tim Puspar UGM menambahkan keragaman dan keunikan bebatuan sebagai geodiversity dan dukungan potensi cultural-diversity untuk menguatkan story-telling dalam gagasan model pengembangan geopark ini. Untuk itu, katanya, pemkab melalui Dinas Pariwisata perlu menghasilkan guidebook tentang toponim, legenda untuk sites potensial yang memiliki geoheritage. “Buku saku ini kelak dijadikan referensi melengkapi pengetahuan pemandu wisata di Kabupaten Sikka”, imbuhnya.

Kurnia Fahmy Ilmawan, S.Si, M,Sc anggota tim peneliti Puspar UGM menjelaskan kekayaan warisan geologi di Kabupaten Sikka tersebar mulai dari bawah laut hingga di puncak gunung di 8 Kecamatan, yaitu Kecamatan Paga, Kecamatan Mego, Kecamatan Magepanda, Kecamatan Palue, Kecamatan Bola, Kecamatan Doreng, Kecamatan Waigete, dan Kecamatan Alok Timur. Kondisi ini memperlihatkan kekayaan warisan geologi yang perlu dikelola secara bijak untuk kepentingan konservasi, edukasi dan pemberdayaan ekonomi masyarakat karena kekayaan warisan geologi telah menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi budaya dan kehidupan masyarakat di Kabupaten Sikka.

Salah satu lokasi geosite yang termasuk dalam geoheritage Kabupaten Sikka adalah Pantai Ogor Paret, Desa Woloterang, Kecamatan Doreng. Pantai Ogor Paret merupakan spot rocky beach yang tersusun oleh aliran lava andesitik yang mengalami pembekuan cepat karena faktor sentuhan air laut saat pembekuannya dan terpapar patahan kompresif yang massif. “Memahami bahwa Pantai Ogor Paret memiliki keindahan alam dan keunikan geologi volkanik, maka Kelompok Sadar Wisata mulai mengembangkan Ogor Paret menjadi sebuah atraksi wisata . Penyusunan masterplan ini diharapkan berdampak positif bagi masyarakat dan daerah sekitar area geoheritage Pantai Ogor Paret”, jelasnya.

Untuk aspek keragaman budaya (cultural diversity), Arkan Syafera, S.Ant., M.A. selaku asisten peneliti menemukan kekayaan budaya Sikka merupakan hasil dari aktivitas beberapa suku di Maumere, yakni suku Sikka-Krowe, Lio, Bajo, Palue, Tana-ai, dan Muhang yang kemudian keenamnya terbagi kembali ke dalam sub-etnis. Masing-masing suku tersebut memiliki kekhasan tersendiri, baik dalam hal bahasa atau logat bicara, motif tenun, tarian, ritual/upacara adat, cerita rakyat dan sebagainya.

Beberapa di antaranya sudah ditampilkan dengan latar belakang geo-site, misalnya syair yang berkembang di sekitar geo-site Tebing Kubah Lava Hokor yang berbunyi, “Hokor Watu Apar, guman gogo leron tolor, tubu nane rebu, kota nane korak, ponun puan helang ilin, ga ata maten gateng ata moret”. (Hokor kampung berbatu, malam runtuh – siang terguling, berpagar besi, bertatakan tempurung, asal mula jin dari gunung, melahap yang mati, menantang yang hidup). Syair ini menceritakan orang-orang Hokor berkampung batu dan selalu menang dalam perang yang kemudian juga mewujud menjadi sebuah tarian bernama Tari Bebing sebagai simbol heroisme tentang perjuangan para leluhur yang telah memperjuangkan & mempertahankan wilayah kekuasannya di wilayah Hokor.

Hasil budaya semacam itu, dalam pandangan Arkan menjadikan geosite lebih menarik untuk dikunjungi, dinikmati, dan dipelajari. Tidak hanya itu, produk kreatif warga sekitar seperti tenun ikat, olahan kakao, kopi, dan lainnya mampu dikembangkan sebagai geoproduk yang melengkapi geotrail yang kelak akan dirumuskan. Pemkab Sikka pun sudah menetapkan produk tenun ikatnya sebagai Indikasi Geografis. “Saya kira penting pula dilengkapi informasi aspek geobiodiversity yang menyajikan keragaman jenis flora-fauna endemik sebagai pelengkap dari taman bumi yang ajukan pemkab Sikka ke pemerintah pusat,” papar Arkan Syafera.

Penulis : Agung Nugroho

Foto      : Shutterstock

Artikel Puspar UGM Rancang Master Plan Geopark Vulkanik Purba Kabupaten Sikka pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
https://ugm.ac.id/id/berita/puspar-ugm-rancang-master-plan-geopark-vulkanik-purba-kabupaten-sikka/feed/ 0
Puspar UGM Dilibatkan dalam Perumusan Rencana Pengembangan Pariwisata di Magetan https://ugm.ac.id/id/berita/puspar-ugm-dilibatkan-dalam-perumusan-rencana-pengembangan-pariwisata-di-magetan/ https://ugm.ac.id/id/berita/puspar-ugm-dilibatkan-dalam-perumusan-rencana-pengembangan-pariwisata-di-magetan/#respond Tue, 01 Oct 2024 08:56:43 +0000 https://ugm.ac.id/?p=71069 Belum optimalnya upaya pengembangan sektor kepariwisataan Kabupaten Magetan, Jawa Timur, meninggalkan pekerjaan rumah bagi banyak pihak. Secara faktual, persebaran kegiatan kepariwisataan yang berada di lereng Gunung Lawu ini masih bertumpu di wilayah Magetan Barat. Beberapa daya tarik alam yang telah dikenal, seperti Telaga Sarangan, Telaga Wahyu, Mojosemi, dan beberapa daya tarik lainnya masih mengelompok di […]

Artikel Puspar UGM Dilibatkan dalam Perumusan Rencana Pengembangan Pariwisata di Magetan pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
Belum optimalnya upaya pengembangan sektor kepariwisataan Kabupaten Magetan, Jawa Timur, meninggalkan pekerjaan rumah bagi banyak pihak. Secara faktual, persebaran kegiatan kepariwisataan yang berada di lereng Gunung Lawu ini masih bertumpu di wilayah Magetan Barat. Beberapa daya tarik alam yang telah dikenal, seperti Telaga Sarangan, Telaga Wahyu, Mojosemi, dan beberapa daya tarik lainnya masih mengelompok di wilayah sekitar Kecamatan Plaosan. Sehingga perlu dirumuskan rencana pengembangan perwilayahan pariwisata sebagai salah satu strategi untuk memudahkan tata kelola destinasi dan membantu terwujudnya pemerataan pembangunan kepariwisataan di Kabupaten Magetan.

Dr. Destha Titi Raharjana, selaku peneliti Pusat Studi Pariwisata UGM mengatakan posisi Kabupaten Magetan memiliki letak yang strategis, berbatasan dengan daya tarik wisata Tawangmangu yang berada di Karanganyar sangat potensial menarik wisatawan mengingat secara aksesibilitas relatif terjalin dengan wilayah sekitar. “Termasuk dengan Kabupaten Madiun, Kota Madiun, dan Kabupaten Ngawi yang dapat diakses melalui pintu utara dan tenggara”, ujar Destha dalam keterangannya kepada wartawan, Selasa (1/10).

Menurut Destha, objek wisata Telaga Sarangan hingga saat ini masih tampil sebagai magnet penarik wisatawan ke bumi Magetan. Inovasi nampaknya masih menjadi keniscayaan yang perlu dijalankan pemerintah, pihak swasta dan masyarakat yang bergerak di sektor pariwisata.

Menurutnya, jika pariwisata dipercaya mampu mendorong multiplier effect, maka seharusnya semangat melangkah bersama membangun pariwisata Magetan yang lebih inovatif dan inklusif menjadi salah satu terobosan yang patut dikedepankan. Penambahan fasilitas MICE (Meeting Incentive Conference Exhibition) dan jasa akomodasi yang standar untuk penyelenggaraan event perlu diperbanyak agar pelaksanaan event. “Supaya kegiatan meeting tidak kesulitan untuk dilaksanakan di Kabupaten Magetan, seperti yang dirasakan selama ini,” katanya.

Dalam penyusunan Rencana Induk Pembangunan Pariwisata (Ripparda) Kabupaten Magetan, katanya, pihak Puspar UGM turut merumuskan rencana pengembangan perwilayahan pariwisata. Secara konseptual, perwilayahan pariwisata merupakan salah satu strategi yang dapat menjadi panduan untuk memudahkan tata kelola destinasi dan membantu terwujudnya pemerataan pembangunan kepariwisataan di Kabupaten Magetan.

Khusnul Bayu Aji, S.Par., M.Arch., salah satu peneliti dari Puspar UGM, menambahkan dalam Ripparda yang disusun tersebut, rencana pengembangan perwilayahaan pariwisata di Magetan terbagi ke dalam empat Destinasi Pariwisata Kabupaten (DPK), lima Kawasan Pengembangan Pariwisata Kabupaten (KPPK), dan empat Kawasan Strategis Pariwisata Kabupaten (KSPK). Adapun empat DPK tersebut meliputi DPK 1 yang mencakup lima wilayah kecamatan, yakni Plasoan, Poncol, Parang, Panekan dan Sidorejo. DPK 2 mencakup tiga kecamatan, yakni Magetan, Sukomoro dan Ngariboyo, DPK 3 meliputi lima kecamatan, yaitu Maospati, Barat, Karas, Karangrejo dan Kartoharjo, dan DPK 4 yang mencakup lima kecamatan antara lain Kawedanan, Nguntoronadi, Bendo, Takeran dan Lembeyan.

Sementara itu, lima KPPK yang diusulkan berkenaan dengan rencana pengembangan perwilayahan pariwisata di Kabupaten Magetan meliputi KPPK 1 Gunung Blego-Gunung Bungkuk dan sekitarnya. KPPK 2 Jabung-Sumberdodol-Sukowidi dan sekitarnya, KPPK 3 Tamanan-Pendem-Sukomoro dan sekitarnya, KPPK 4 Temboro-Purwodadi-Gandu dan sekitarnya, dan KPPK 5 Soco-Tanjung dan sekitarnya. Sedangkan empat KSPK yang diajukan terdiri dari KSPK 1 Telaga Sarangan-Telaga Wahyu dan sekitarnya, KSPK 2 Ki Mageti-Ndoyo-Candirejo dan sekitarnya, KSPK 3 Sendang Kamal dan Sekitarnya, serta KSPK 4 Simbatan-Giripurno dan Sekitarnya.

Tidak hanya perihal rencana pengembangan perwilayahan pariwisata, dalam penyusunan Ripparda, pihak Puspar UGM juga menitikberatkan bahasan pada rumusan visi dan misi untuk pembangunan kepariwisataan Magetan. Dimensi inovatif, sinergis, kompetitif, berkelanjutan dan kesejahteraan inklusif dijadikan sebagai kata kunci utama dalam visi yang diajukan. 

Sementara dalam hal misi, beberapa diskursus mendasar yang diajukan adalah guna mewujudkan visi yang dimaksud, meliputi hadirnya  diversifikasi produk wisata yang inovatif dan kompetitif. “Perlu diupayakannya industri pariwisata dan ekraf yang lebih berdaya saing unggul, implementasi pemasaran pariwisata berbasis digital yang sinergi, terpadu, dan bertanggung jawab, serta penguatan kelembagaan dan SDM yang didukung aspek regulasi dan manajemen yang handal,” pungkasnya.

Penulis : Agung Nugroho

Artikel Puspar UGM Dilibatkan dalam Perumusan Rencana Pengembangan Pariwisata di Magetan pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
https://ugm.ac.id/id/berita/puspar-ugm-dilibatkan-dalam-perumusan-rencana-pengembangan-pariwisata-di-magetan/feed/ 0
60 Anak Muda Mengikuti Lokakarya Sustainable and Inclusive Cultural Tourism di Yogyakarta https://ugm.ac.id/id/berita/60-anak-muda-mengikuti-lokakarya-sustainable-and-inclusive-cultural-tourism-di-yogyakarta/ https://ugm.ac.id/id/berita/60-anak-muda-mengikuti-lokakarya-sustainable-and-inclusive-cultural-tourism-di-yogyakarta/#respond Fri, 30 Aug 2024 05:07:03 +0000 https://ugm.ac.id/?p=70106 Pusat Studi Pariwisata Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan lokakarya Young Southeast Asian Leaders Initiative (YSEALI) Regional Workshop Sustainable and Inclusive Cultural Tourism, 19-22 Agustus lalu di Kampus UGM. Kegiatan yang diikuti 60 peserta dari negara-negara anggota ASEAN dan Timor Leste ini merupakan hasil kerjasama dengan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, dan mendapat dukungan The Asia […]

Artikel 60 Anak Muda Mengikuti Lokakarya Sustainable and Inclusive Cultural Tourism di Yogyakarta pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
Pusat Studi Pariwisata Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan lokakarya Young Southeast Asian Leaders Initiative (YSEALI) Regional Workshop Sustainable and Inclusive Cultural Tourism, 19-22 Agustus lalu di Kampus UGM. Kegiatan yang diikuti 60 peserta dari negara-negara anggota ASEAN dan Timor Leste ini merupakan hasil kerjasama dengan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, dan mendapat dukungan The Asia Foundation Indonesia.

Para peserta berasal dari berbagai latar belakang komunitas dan budaya dari Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Filipina, Laos, Singapore, dan Thailand, berkumpul untuk mendiskusikan topik keberlanjutan dan inklusivitas dalam budaya pariwisata.

Jason P. Rebholz, Konselor Diplomasi Publik, Misi Amerika untuk Indonesia, mengatakan Asia Tenggara memiliki potensi dlam pengembagan pariwisata budaya  sehingga pariwisata budaya g kini menjadi isu penting di kawasan ini. Oleh karena itu, ia merasa sangat senang peserta dari berbagai komunitas ini membahas pariwisata budaya yang berkelanjutan dan inklusif. “Asia Tenggara adalah kawasan yang kaya akan budaya, tradisi, dan variasi kuliner yang dapat menjadi peluang kerja sama dengan Amerika Serikat dan komunitas global. Kegiatan ini memungkinkan peserta untuk saling belajar, berbagi keahlian, dan memberdayakan satu sama lain untuk masa depan pariwisata budaya,” ujar Jason P. Rebholz.

Lokakarya diadakan sebagai wadah bagi para pemuda dengan potensi kepemimpinan dari negara-negara Asia Tenggara dan Timor Leste, untuk membangun jaringan, bertukar ide dan wawasan, serta bersama-sama memikirkan jalan keluar dari beragam tantangan terkait cagar budaya, usaha pariwisata, serta ragam aspek inklusivitas dan berkelanjutan di Asia Tenggara dan Timor Leste. Selama lokakarya, para peserta berkesempatan untuk memperluas jaringan melalui interaksi dengan sesama peserta, dan memperoleh perspektif akan hubungan baik Amerika Serikat dengan negara-negara ASEAN, termasuk Timor Leste.

Para peserta lokakarya berkesempatan mengunjungi destinasi pariwisata terutama Borobudur, Kota Gede, dan Museum Sonobudoyo untuk belajar mengenai pengelolaan tempat wisata yang berkelanjutan dan inklusif. Mereka pun dipertemukan dengan para pengusaha, organisasi non-profit, pengelola desa pariwisata, dan pimpinan daerah agar dapat memahami bagaimana mempraktikkan apa yang telah dipelajari.

Di penghujung acara tidak sedikit dari peserta yang mengaku telah mendapatkan pengetahuan mendalam terkait cagar budaya dan wisata, revitalisasi ekonomi kemasyarakatan serta Asia Tenggara secara umum. Sederet keterampilan yang mereka dapatkan diharapkan mampu memperluas jaringan dan mendorong karir para peserta dalam menjawab berbagai tantangan globalisasi.

Tak ketinggalan para peserta juga mengunjungi cagar pariwisata di Yogyakarta untuk beroleh pengetahuan mengenai topik-topik seperti konservasi, ekonomi pembangunan dan keberlanjutan, di samping mempelajari beragam studi kasus yang dibahas oleh pakar budaya dan usaha yang berkelanjutan. Lokakarya regional Asia Tenggara ini memang menekankan aspek pembelajaran, perpindahan keterampilan, dan perluasan jaringan di sektor pariwisata berkelanjutan dan inklusivitas dari berbagai inisiatif dan usaha yang berasal dari penjuru ASEAN dan Amerika.

Ngoc Thien Nguyen, salah satu peserta dari Vietnam mengaku Program YSEALI memberdayakan dan mengasah kemampuan para individu berbakat dengan perangkat yang dibutuhkan agar dapat berkontribusi positif pada komunitas masing-masing. Peserta pun dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman dari para pakar maupun sesama peserta, serta berkesempatan mengaplikasikan ide dan apa yang telah dipelajari di negara masing-masing. “Saya hanya punya kesan-kesan positif tentang acara ini. Menarik, dan tak terlupakan, ini menjadi salah satu momen terbaik hidup saya,” ungkap Ngoc Thien Nguyen.

Penulis : Agung Nugroho

Artikel 60 Anak Muda Mengikuti Lokakarya Sustainable and Inclusive Cultural Tourism di Yogyakarta pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
https://ugm.ac.id/id/berita/60-anak-muda-mengikuti-lokakarya-sustainable-and-inclusive-cultural-tourism-di-yogyakarta/feed/ 0
Puspar UGM Temukan 126 Objek Wisata di Kabupaten Sikka Potensial Dikembangkan https://ugm.ac.id/id/berita/puspar-ugm-temukan-126-objek-wisata-di-kabupaten-sikka-potensial-dikembangkan/ https://ugm.ac.id/id/berita/puspar-ugm-temukan-126-objek-wisata-di-kabupaten-sikka-potensial-dikembangkan/#respond Thu, 08 Aug 2024 10:32:07 +0000 https://ugm.ac.id/?p=69114 Pariwisata menjadi salah satu sektor potensial untuk menambah pendapatan masyarakat serta meningkatkan kontribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Agar maju dan setara dengan kabupaten lainnya maka salah satu strategi yang harus ditempuh Kabupaten Sikka adalah membangun sektor pariwisata. Hal itu mengemuka dalam Ekspos Akhir Penyusunan Dokumen Reviu Rencana Induk Pembangunan […]

Artikel Puspar UGM Temukan 126 Objek Wisata di Kabupaten Sikka Potensial Dikembangkan pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
Pariwisata menjadi salah satu sektor potensial untuk menambah pendapatan masyarakat serta meningkatkan kontribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Agar maju dan setara dengan kabupaten lainnya maka salah satu strategi yang harus ditempuh Kabupaten Sikka adalah membangun sektor pariwisata. Hal itu mengemuka dalam Ekspos Akhir Penyusunan Dokumen Reviu Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Sikka yang merupakan hasil kerja sama Badan Perencanaan Pembangunan, Riset dan Inovasi Daerah (Bapperida) Kabupaten Sikka dengan Pusat Studi Pariwisata (Puspar) UGM, Selasa (6/8) di Aula Bapperida Pemkab Sikka.

Hadir dalam ekspos penyusunan dokumen rencana induk pembangunan pariwisata tersebut diantaranya Pj. Sekda Kabupaten Sikka Margaretha Movaldes Da Maga Bapa, S.T., M.Eng, Kepala Bappeda, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, UPTD-KPH Wilayah Kabupaten Sikka, Akademisi dari beberapa perguruan tinggi di Kota Maumere, Asosiasi Pariwisata Sikka PHRI, ASITA, HPI, AKUSIKA, Perwakilan dari Sanggar Budaya Lepo Lorun, Bliran Sina, dan Doka Tawa Tana, serta perwakilan Kepala Desa. Sementara perwakilan tim Ahli Puspar UGM yakni Dr. Destha Titi Raharjana, S.Sos, M.Si., Wijaya, S. Hut., M.Sc., dan Ika Racmadhani Kurniawan, A.Md.

Pj. Sekda Kabupaten Sikka Margaretha Movaldes Da Maga Bapa, S.T., M.Eng mengatakan Kabupaten Sikka memiliki destinasi wisata sangat beragam sehingga apabila dikelola dan dibangun dengan baik diharapkan akan merangsang pertumbuhan sektor terkait lainnya, seperti infrastruktur, pertanian dan pangan, ekraf, transportasi, dan jasa lainnya.“Dengan berbagai aktivitas pariwisata tentunya akan banyak menciptakan peluang usaha baru dan meningkatkan pendapatan bagi masyarakat lokal”, ujarnya mewakili Pj Bupati Sikka.

Dalam kesempatan ini, Sekda sangat berharap dukungan dari UGM agar bisa mengirimkan mahasiswanya untuk melakukan pengabdian Kuliah Kerja Nyata di Kabupaten Sikka. Dengan kegiatan KKN UGM, kata dia,  dapat mempercepat pembangunan di Kabupaten Sikka. “Kami berharap melalui kegiatan kerja sama ini akan terjadi transfer ilmu dari UGM kepada universitas lokal yang ada di Kabupaten Sikka. Perlu didorong adanya kerja sama antar perguruan tinggi, yaitu UGM dengan kampus-kampus yang ada di Sikka, dan dengan kolaborasi ini tentunya akan ada riset-riset yang bisa dilakukan bersama”, ungkapnya.

Anggota tim ahli Puspar UGM, Destha Titi Raharjana, mengatakan Kabupaten Sikka mempunyai kekuatan untuk menahan lama tinggal wisatawan karena memiliki pesona budaya dan alam yang beragam dan masih natural. “Sayangnya masih menghadapi sejumlah kendala dalam pemasarannya,” ujarnya.

Berbagai permasalahan yang dihadapi antara lain, pertama ketersediaan moda transportasi udara masih terbatas. Jadwal penerbagangan menuju dan dari Sikka belum mendapat kepastian di setiap harinya. “Sampai saat ini penerbangan masih tergantung dari Labuan Bajo-Manggarai Barat”, terangnya.

Permasalahan Kedua yang dihadapi adalah jarak tempuh perjalanan menuju ke Sikka memerlukan waktu tempuh lebih lama. Ketiga, dari sisi promosi, khususnya lewat pendekatan POSE (Paid Media, Own Media, Social Media, dan Endorse) masih belum serius dan mendapat dukungan fasilitas yang memadai. Belum lagi SDM yang inovatif, dan terbatasnya anggaran untuk ini. “Keempat, pemanfaatan teknologi informasi untuk pemasaran meski sudah dijalankan namun demikian up-dating dan pengemasan promosi lainnya belum banyak dilakukan”, imbuh Desta.

Peneliti lain, Wijaya menyampaikan hasil analisis yang dilakukan Puspar UGM terkait daya tarik wisata mencatat sebanyak 126 objek tersebar di 21 kecamatan. Kecamatan Waigete memiliki jumlah objek daya tarik wisata terbanyak, yaitu 12 objek, diikuti Kecamatan Palue, Alok Timur, dan Kecamatan Magepanda masing-masing 10 objek. Kecamatan dengan jumlah DTW paling sedikit, yaitu Kecamatan Mapitara dan Kecamatan Koting sebanyak 1 objek. Daya tarik wisata alam menempati urutan terbanyak, yaitu 73 objek, disusul wisata budaya 47 objek, dan saya tarik wisata buatan sebanyak 6 objek. “Dari 126 daya tarik wisata terdapat 10 daya tarik wisata unggulan berdasarkan Kriteria Penilaian daya tarik wisata,” katanya.

Wijaya menyebutkan beberapa lokasi objek daya tarik wisata yang potensial dikembnagkan diantranya Pulau Koja Doi, Pantai Mini, Bukit Purba, dan Jembatan Batu, Pulau Pangabatang, Pantai Koka, Sanggar Budaya Bliran Sina, Sanggar Budaya Lepo Lorun, Tanjung Kajuwulu, Wisata Alam Egon, Pulau Babi,  Sanggar Budaya Doka Tana Tawa, dan Pantai Paga.

Sementara Ika Racmadhani Kurniawan, asisten peneliti Puspar UGM menambahkan dari analisis kewilayahan pariwisata yang dilakukan Pusat Studi Pariwisata UGM mengusulkan empat Destinasi Pariwisata Kabupaten (DPK), tiga Kawasan Pengembangan Pariwisata Kabupaten (KPPK), dan tujuh Kawasan Strategis Pariwisata Kabupaten (KSPK). Adapun tujuh KSPK Sikka, yaitu KSPK 1 Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Teluk Maumere dan sekitarnya, KSPK 2 Kajuwulu-Magepanda dan sekitarnya, KSPK 3 Kota Maumere dan sekitarnya, KSPK 4 Egon-Blidit dan sekitarnya, KSPK 5 Nita-Nelle dan sekitarnya, KSPK 6 Kojowair-Umauta dan sekitarnya, dan KSPK 7 Koka-Paga dan sekitarnya.

Dominggus sebagai pelaku wisata lokal mengakui beragam potensi yang dimiliki Kabupaten Sikka tampaknya belum mampu bersaing dengan destinasi lainnya. Menurutnya sulit bagi Sikka untuk bersaing dengan Labuan Bajo karena statusnya sebagai destinasi super premium yang mendapat sokongan anggaran besar dari pemerintah.“Pembangunan pariwisata Labuan Bajo berskala besar berbasis infrastruktur telah meminggirkan budaya lokal disana. Karenanya kita berusaha agar Sikka harus menjadi antitesis dari Labuan Bajo dan menempatkan budaya sebagai kekuatan yang tidak dimiliki kabupaten sekitarnya”, harapnya.

Kepala Bidang Riset dan Inovasi Daerah Bapperida Kabupaten Sikka Fransiskus Suryanto Nara Bata, ST., M.Sc menyampaikan bahwa pembangunan kepariwisataan di Kabupaten Sikka menjadi prioritas dalam dua tahun terakhir. Hal ini tertuang dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah. Dukungan pemkab di sektor pariwisata mulai terlihat, seperti kegiatan event pariwisata dan budaya berskala besar mulai diperbanyak, diantaranya Festival Jelajah Maumere yang direncanakan pada 12-14 September mendatang. “Salah satu kegiatan yang sangat menarik di festival tersebut adalah Sikka Fashion Karnaval (SFK) dengan menonjolkan tenun ikat sebagai satu kekuatan Sikka dari aspek budaya”, papar Fransiskus Suryanto.

Penulis : Agung Nugroho

Foto : Superlive.id

Artikel Puspar UGM Temukan 126 Objek Wisata di Kabupaten Sikka Potensial Dikembangkan pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
https://ugm.ac.id/id/berita/puspar-ugm-temukan-126-objek-wisata-di-kabupaten-sikka-potensial-dikembangkan/feed/ 0
Semiloka Surat Cinta Dari Bulaksumur Mewarnai Peringatan 30 Tahun Perjalanan Puspar UGM https://ugm.ac.id/id/berita/semiloka-surat-cinta-dari-bulaksumur-mewarnai-peringatan-30-tahun-perjalanan-puspar-ugm/ https://ugm.ac.id/id/berita/semiloka-surat-cinta-dari-bulaksumur-mewarnai-peringatan-30-tahun-perjalanan-puspar-ugm/#respond Thu, 25 Jul 2024 11:59:42 +0000 https://ugm.ac.id/?p=67789 Semiloka bertema Surat Cinta dari Bulaksumur: Membangun Masa Depan Pariwisata Indonesia yang Tangguh, Berdaulat, dan Bertanggung jawab menandai Peringatan Dies Natalis Pusat Studi Pariwisata UGM ke-30. Semiloka digelar sebagai wujud perjalanan 30 tahun Puspar UGM berdiri dan kedepannya untuk  terus menelurkan gagasan sebagai bentuk kontribusinya bagi perkembangan kepariwisataan Indonesia agar semakin lebih baik. “Surat cinta […]

Artikel Semiloka Surat Cinta Dari Bulaksumur Mewarnai Peringatan 30 Tahun Perjalanan Puspar UGM pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
Semiloka bertema Surat Cinta dari Bulaksumur: Membangun Masa Depan Pariwisata Indonesia yang Tangguh, Berdaulat, dan Bertanggung jawab menandai Peringatan Dies Natalis Pusat Studi Pariwisata UGM ke-30. Semiloka digelar sebagai wujud perjalanan 30 tahun Puspar UGM berdiri dan kedepannya untuk  terus menelurkan gagasan sebagai bentuk kontribusinya bagi perkembangan kepariwisataan Indonesia agar semakin lebih baik.

“Surat cinta dipilih sebagai sebuah ungkapan perasaan rasa cinta yang begitu mendalam bagi perkembangan pariwisata di Indonesia,” ujar Kepala Puspar UGM Dr. Muhamad Yusuf, M.A., di Sekolah Pascasarjana UGM, Selasa (23/7).

Muhamad Yusuf menuturkan berita gembira saat ini mengiringi langkah Indonesia di kancah pariwisata global yang mencatatkan diri pada peringkat 22 menurut Travel Tourism Development Index. Capaian ini meningkat dari sebelumnya yang berada di peringkat 32 dunia.

Dengan capaian yang luar biasa tersebut bukan berarti pariwisata tanpa tantangan. Masih banyak permasalahan yang mengiringi perjalanan kepariwisataan Indonesia, dan ini perlu mendapat perhatian serius dan solusi komprehensif dalam menghadapinya.

“Dari titik berangkat inilah membuat Puspar UGM merasa perlu mengirimkan ungkapan rasa cintanya melalui kegiatan yang bertajuk Surat Cinta dari Bulaksumur Membangun Masa Depan Pariwisata Indonesia yang Tangguh, Berdaulat dan Bertanggung jawab,” papar Yusuf.

Yusuf juga menambahkan bila “surat cinta” akan berbentuk policy brief,  paper (makalah) yang agak panjang serta buku.  “Para tamu yang hadir di sini, jika ingin menyumbangkan satu chapter tulisan bisa kami tampung dan terbitkan dalam bentuk buku untuk melengkapi tulisan yang sudah ada ini,” tambahnya.

Dalam semiloka ini, Puspar UGM menghadirkan para pemikir utamanya untuk berbagi perspektif dalam dua sesi utama dimana pada sesi pertamanya menghadirkan Prof. Dr. Phil. Janianton Damanik, M.Si. yang menyoroti kebijakan pariwisata pada masa transisi pemerintahan dimana sejauh mana prioritas kebijakan politik dan ekonomi akan berpengaruh terhadap arah kebijakan pariwisata Indonesia. Senada dengan pembicara sebelumnya, Prof. Ir. Tarcicius Yoyok Wahyu Subroto mengulas tantangan pelestarian dan konservasi yang perlu dilakukan di destinasi dengan paradigma pertumbuhan ekonomi yang masih begitu kuat. Sementara, Prof. Tri Kuntoro Priambodo, membahas sisi gelap digitalisasi yang selama ini selalu diagung-agungkan sebagai salah satu alat pertumbuhan pariwisata, hanya saja keberadaannya juga menimbulkan sisi gelap berupa kejahatan siber yang siap mengintai. Di sisi lain, Prof. Dr. Muhammad Baiguni, M.A., mengingatkan bahwa ada ancaman nyata lain seperti perubahan iklim dan dampak yang menyertainya bagi ekosistem kepariwisataan Indonesia dan juga strategi menghadapinya agar dapat berjalan dengan seimbang.

Sesi kedua menghadirkan Bobby Ardiyanto Setyo Adji sebagai perwakilan GIPI DIY yang membahas mengenai kondisi industri pariwisata yang masih rapuh terhadap ancaman globalisasi dan pasar yang terus menekan. Ia memberikan gambaran berdasarkan informasi yang faktual mengenai bagaimana industri dapat terus berkembang dalam menghadapi tantangan tersebut. Di sisi lain, Dr. Wiwik Sushartami mencoba menguraikan juga kesenjangan dunia pendidikan pariwisata dengan relasinya terhadap dunia industri serta bagaimana cara mengurai kesenjangan tersebut yang dapat menjawab tantangan dari industri.

Dr. rer. Pol. Dyah Widyastuti membahas mengenai bagaimana masifnya pertumbuhan destinasi pariwisata yang berusaha untuk mengejar pertumbuhan demand yang semakin naik sehingga menyebabkan pertumbuhan di destinasi menjadi tidak terkendali dan diskusi mengenai pariwisata hijau menjadi tertinggal. Sesi inipun ditutup oleh Dr. Hendrie Adji Kusworo yang menyuarakan mengenai pentingnya penguatan peran komunitas dalam pembangunan pariwisata, sejauh mana peran tersebut diamati dan bagaimana strategi kedepan komunitas ini dapat menjadi pemain utama penggerak pariwisata Indonesia dan tidak hanya menjadi penonton saja.

Penulis: Agung Nugroho

Artikel Semiloka Surat Cinta Dari Bulaksumur Mewarnai Peringatan 30 Tahun Perjalanan Puspar UGM pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
https://ugm.ac.id/id/berita/semiloka-surat-cinta-dari-bulaksumur-mewarnai-peringatan-30-tahun-perjalanan-puspar-ugm/feed/ 0
Kontribusi Puspar UGM Menata Ulang Kepariwisataan Magetan https://ugm.ac.id/id/berita/kontribusi-puspar-ugm-menata-ulang-kepariwisataan-magetan/ https://ugm.ac.id/id/berita/kontribusi-puspar-ugm-menata-ulang-kepariwisataan-magetan/#respond Fri, 19 Jul 2024 16:19:43 +0000 https://ugm.ac.id/?p=67292 Pemerintah Kabupaten Magetan serius untuk mendorong dan menjadikan pariwisata sebagai salah satu sektor unggulan. Keseriusan tersebut sudah barang tentu perlu sinergitas dalam penguatan empat pilar pembangunan kepariwisataan yaitu pilar pembangunan destinasi, industri wisata, kelembagaan dan pemasaran pariwisata.  Diakui atau tidak kontribusi PAD dari sektor pariwisata di Kabupaten Magetan salah satunya bersumber dari adanya Telaga Sarangan. […]

Artikel Kontribusi Puspar UGM Menata Ulang Kepariwisataan Magetan pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
Pemerintah Kabupaten Magetan serius untuk mendorong dan menjadikan pariwisata sebagai salah satu sektor unggulan. Keseriusan tersebut sudah barang tentu perlu sinergitas dalam penguatan empat pilar pembangunan kepariwisataan yaitu pilar pembangunan destinasi, industri wisata, kelembagaan dan pemasaran pariwisata. 

Diakui atau tidak kontribusi PAD dari sektor pariwisata di Kabupaten Magetan salah satunya bersumber dari adanya Telaga Sarangan. Sayangnya, pendirian berbagai sarana amenitas baik berupa akomodasi maupun restoran/rumah makan di wilayah Sarangan sekitar lereng pegunungan Lawu belum tertata dengan baik. Keberadaan mereka memerlukan pengendalian agar lingkungan hijau tidak berganti dengan bangunan beton sebagai akibat desakan pengembangan pariwisata.

Dr. Destha Titi Raharjana, S.Sos.M.Si., selaku ketua tim kajian Ripparda Kabupaten Magetan 2025—2034 menegaskan hal itu terkait keinginan Pemerintah Kabupaten Magetan menata ulang Kepariwisataan Magetan lewat Rencana Induk Pariwisata. Menurutnya dalam upaya membangun sektor pariwisata di Kabupaten Magetan diperlukan pengkajian secara komprehensif yang disesuaikan dengan perkembangan wilayah, serta situasi faktul kekinian pariwisata di Kabupaten Magetan terutama di seputar Telaga Sarangan. 

“Diperlukan keseriusan dalam upaya membangun sektor pariwisata di Kabupaten Magetan, dan dibutuhkan pengkajian secara menyeluruh,” ujar Destha saat berlangsung Forum Grup Discussion (FGD) Pembangunan Kepariwisataan Daerah Kabupaten Magetan 2024 Sebagai Pedoman bagi Pembangunan Kepariwisataan Daerah, Kamis (18/7).

Destha Titi Raharjana menjelaskan Kabupaten Magetan memiliki keragaman ekosistem. Hasil kajian sementara Puspar UGM menunjukkan bahwa karakter wisata yang ditemukan di Magetan lebih menonjolkan pada tema wisata alam dengan didukung berbagai kegiatan wisata budaya dan ekonomi kreatif.  Ketiganya, menurutnya, menjadi penguat ikon pariwisata Magetan. 

Eka Radityo selaku Kepala Bidang Pengelolaan Wisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten MagetanEka menyatakan pendapatan asli daerah Kab. Magetan dari sektor pariwisata tahun 2023 tembus di angka 20,3 miliar rupiah. Pendapatan tersebut telah melebihi target sebelumnya yaitu 19,2 miliar rupiah.

Disebutnya tingkat kunjungan wisatawan di Magetan khususnya diseputar Telaga Sarangan setiap musim liburan terlihat tinggi. Tingkat kunjungan yang tinggi ini ditandai dengan seringnya terjadinya kemacetan di lokasi wisata Telaga Sarangan.

“Ini memperlihatkan Telaga Sarangan lebih unggul dibandingkan daya tarik wisata lainnya. Sayangnya length of stay (LoS) dan belanja wisatawan di Magetan masih terbilang rendah. Karenanya kami terus berupaya mendorong alternatif daya tarik wisata lainnya agar mampu tumbuh dan menarik wisatawan,” terangnya.

Oleh karena itu, ia berharap Sport tourism menjadi salah satu peluang yang potensial untuk bisa dikembangkan di Kabupaten Magetan. Upaya ini dapat dijalankan lewat pengembangan Selendang Lawu yang berupaya untuk membuka dan mendorong peluang peningkatan potensi yang ada di kecamatan dan desa sekitar wilayah lereng Gunung Lawu. 

“Upaya mengembangkan desa-desa wisata sampai saat ini sebagai salah satu upaya yang bisa dilakukan dengan harapan mampu menangkap dan menahan wisatawan, agar wisatawan yang ke Magetan tidak hanya tiga atau kurang dari 6 jam tinggal di Magetan,” terang Eka Radityo. 

Dalam diskusi ini hadir pula peneliti Puspar UGM lainnya yaitu Khusnul Bayu Aji S.Par., M.Arch., dan Nissa Larasati S.Ars., M.Sc. Acara inipun dihadiri sekitar 40 orang pemangku kepentingan pariwisata diantaranya para pimpinan OPD, para Camat, Pokdarwis, pelaku seni dan ekraf, pengelola desa wisata serta perwakilan PHRI, dan Pokdarwis.

Khusnul Bayu Aji mendapati  temuan data sementara, Kabupaten Magetan. Kabupaten Magetan, disebutnya memiliki 58 daya tarik wisata (DTW) yang tersebar di beberapa kecamatan. Jumlah tersebut diperkirakan akan terus bertambah seiring dengan proses identifikasi DTW yang dilakukan. 

Kecamatan Plaosan menjadi kecamatan yang memilik DTW paling banyak di Kabupaten Magetan, yaitu sekitar 18 DTW (29,31 persen). Sementara dari 58 daya tarik wisata yang dimiliki, sebanyak 51,85 persen berupa jenis wisata alam, 33,34 persen jenis wisata budaya, dan 14,81 persen jenis wisata buatan. 

Berdasarkan tingkat kunjungan wisatawan, dari keseluruhan 58 daya tarik wisata terdapat beberapa daya tarik wisata unggulan seperti Telaga Sarangan, Mojosemi Forest Park, Taman Genilangit, dan Kebun Bunga Refugia. sedangkan dari sisi fasilitas kepariwisataan yang ada, Magetan memiliki 149 unit hotel dengan jumlah kamar sebanyak 1.932 unit kamar. 

“Sayangnya, dari sekian ratus unit hotel tersebut belum ada satupun hotel berbintang yang memenuhi kualifikasi untuk dijadikan venue event berskala besar. Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri bagi Magetan mengingat wisata MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition) sesungguhnya sebagai yang sangat potensial untuk dikembangkan,” papar Khusnul Bayu Adji.  

Nissa Larasati, salah satu anggota tim kajian menyoroti pemanfaatan media internet sebagai salah satu fasilitas pendukung pemasaran pariwisata. Meski sangat dibutuhkan, fakta di lapangan masih banyak daya tarik wisata termasuk desa wisata di Magetan belum maksimal dalam memanfaatkan media sosial sebagai wadah memasarkan pariwisata. 

“Kemauan masyarakat masih rendah dalam berkontribusi mengembangkan wisata, ini tentunya menjadi tantangan. Karenanya sangat diperlukan sinergitas antara masyarakat, pemerintah, dan OPD terkait dalam memasarkan serta mengembangkan daya tarik wisata selain Telaga Sarangan, agar kunjungan wisatawan ke Magetan merata, dan dapat dikemas dalam berbagai bentuk paket wisata,” papar Nissa.

Penulis: Agung Nugroho

Artikel Kontribusi Puspar UGM Menata Ulang Kepariwisataan Magetan pertama kali tampil pada Universitas Gadjah Mada.

]]>
https://ugm.ac.id/id/berita/kontribusi-puspar-ugm-menata-ulang-kepariwisataan-magetan/feed/ 0